![]() |
sumber: google.com |
Dear, Kamu.
Apa kabar? Aku harap kamu
baik, sebaik aku dalam menyimpan rindu. Aku di sini sibuk sekali. Beberapa kali
pikiranku mengajak berlari, menemui kamu dalam komplek memori. Kesibukanku mulai
mulai menjadi ketika kamu tiba-tiba pergi, kelabakan aku dibuatnya. Terus-menerus
jantungku memompa lebih cepat, adrenal tiba-tiba meninggi. Kamu tidak tau
betapa lelahnya aku.
Kamu, apa yang sedang kamu
lakukan di sana? Sibukkah? Tapi tak sesibuk aku dalam menyembunyikan perasaan,
kan?
Meskipun kamu pergi tiba-tiba,
tapi Sang Rembulan selalu melipur laraku dengan caranya. Tahukah kamu, saat aku
melihat Rembulan aku seperti melihat pesonamu? Sungguh, aku tak berbohong! Sama
seperti ketika aku tunduk kepada kilau sang surya, sedang perasaanku teringat
akan sosok yang lain—sepertimu juga.
Kamu, sampai kapan akan terus
begini? Sebagaimanapun rembulan memesonaku, tapi tetap saja bukan kamu. Sang surya
membuatku tunduk, tapi hatiku merutuk, “Kapan kamu mau memahamiku?”
Kalau aku harus memilih antara Rembulan dan Matahari, sungguh aku tidak berharap itu terjadi walau aku adalah
kekasih kegelapan dan aku mencintainya. Kamu, adalah alasan mengapa pilihan
menjadi sulit. Bagaimana aku bisa memilih jika pilihannya hanya merelakanmu
atau kehilanganmu?
Ah, aku enggan berpikir buruk. Anggaplah aku bisa memilikimu, tapi kamu sendiripun tahu bahwa
kemungkinan akan sukarnya rintangan pasti ada, karena sesungguhnya bukan hanya
aku sang pengagum rembulan. Sedangkan Matahari, ah, dia yang selalu membuatku
tunduk dan segan itu memang memukau dan aku tidak tahu bagaimana untuk
menyanjungnya di tengah pujaan terhadapmu, Sang Rembulan.
Tak bisa aku memahami diri
sendiri. Bagaimana bisa aku jatuh pada dua hati? Pada akhirnya pesonamu menahan
harapku, begitupun dengan kilaunya, mengekangku untuk duduk lebih lama
mengaguminya.
Kamu, bagaimana jika kuakhiri
saja surat ini? Mengingatmu membuatku candu. Nanti akan kupastikan terangmu
akan lebih benderang. Bersama aku dalam satu buku utuh tentang kita. Karena memilih
memang sulit. Tapi hati tak bisa berkelit. Aku cinta kamu.
Dari,
Aku—Yang—Sulit—Menyebut—Namamu
Ditulis oleh dua orang yang tak saling mengalamatkan,
Anita Agustina
Soni Indrayana
Anita Agustina
Soni Indrayana
