contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Jumat, 02 Desember 2016

Manusia diciptakan dengan keadaan memiliki penderitaan, baik penderitaan secara fisik maupun psikologis. Penderitaan yang mutlak dan pasti dialami oleh setiap manusia. Ada kalanya, penderitaan itu menghambat dan menimbulkan luka mendalam, namun ada kalanya pula penderitaan membuka jalan bagi seseorang untuk melampaui batas-batas kemampuannya.
Terjerumus ke dalam lembah traumatis yang membawa penderitaan barangkali adalah sesuatu yang ingin dihapus oleh Bruce Wayne, pemilik Wayne Enterprise yang terkenal dengan kekayaan, ketampanan dan sifat angkuhnya. Sedari kecil ia memiliki ketakutan akan kelelawar dan kegelapan. Karena ketakutannya itu pula ia merasa bertanggung jawab atas kematian kedua orangtuanya. Hidup yatim piatu sedari kecil tentu menjadi sebuah penderitaan bagi anak manapun di dunia ini. Gelimangan harta warisan tidak akan mampu menggantikan posisi orangtua bagi Bruce, dan bagi siapa saja. Hidup di kota yang kotor akhlaknya, juga menjadi tambahan akan penderitaan Bruce, terlebih saat ia mengingat betapa kedua orangtuanya adalah sosok filantropis.  Semua penderitaan itu telah banyak memberi pengaruh kepada kehidupan Bruce, ia menjadi penakut, penyendiri dan menjauhi lingkungan sosial.
Read More..
0
Kamis, 28 Juli 2016


sumber: google.com

Dear, Kamu.
Apa kabar? Aku harap kamu baik, sebaik aku dalam menyimpan rindu. Aku di sini sibuk sekali. Beberapa kali pikiranku mengajak berlari, menemui kamu dalam komplek memori. Kesibukanku mulai mulai menjadi ketika kamu tiba-tiba pergi, kelabakan aku dibuatnya. Terus-menerus jantungku memompa lebih cepat, adrenal tiba-tiba meninggi. Kamu tidak tau betapa lelahnya aku.
Kamu, apa yang sedang kamu lakukan di sana? Sibukkah? Tapi tak sesibuk aku dalam menyembunyikan perasaan, kan?

Meskipun kamu pergi tiba-tiba, tapi Sang Rembulan selalu melipur laraku dengan caranya. Tahukah kamu, saat aku melihat Rembulan aku seperti melihat pesonamu? Sungguh, aku tak berbohong! Sama seperti ketika aku tunduk kepada kilau sang surya, sedang perasaanku teringat akan sosok yang lain—sepertimu juga.

Kamu, sampai kapan akan terus begini? Sebagaimanapun rembulan memesonaku, tapi tetap saja bukan kamu. Sang surya membuatku tunduk, tapi hatiku merutuk, “Kapan kamu mau memahamiku?”

Kalau aku harus memilih antara Rembulan dan Matahari, sungguh aku tidak berharap itu terjadi walau aku adalah kekasih kegelapan dan aku mencintainya. Kamu, adalah alasan mengapa pilihan menjadi sulit. Bagaimana aku bisa memilih jika pilihannya hanya merelakanmu atau kehilanganmu?

Ah, aku enggan berpikir buruk. Anggaplah aku bisa memilikimu, tapi kamu sendiripun tahu bahwa kemungkinan akan sukarnya rintangan pasti ada, karena sesungguhnya bukan hanya aku sang pengagum rembulan. Sedangkan Matahari, ah, dia yang selalu membuatku tunduk dan segan itu memang memukau dan aku tidak tahu bagaimana untuk menyanjungnya di tengah pujaan terhadapmu, Sang Rembulan.

Tak bisa aku memahami diri sendiri. Bagaimana bisa aku jatuh pada dua hati? Pada akhirnya pesonamu menahan harapku, begitupun dengan kilaunya, mengekangku untuk duduk lebih lama mengaguminya.

Kamu, bagaimana jika kuakhiri saja surat ini? Mengingatmu membuatku candu. Nanti akan kupastikan terangmu akan lebih benderang. Bersama aku dalam satu buku utuh tentang kita. Karena memilih memang sulit. Tapi hati tak bisa berkelit. Aku cinta kamu.

Dari,
Aku—Yang—Sulit—Menyebut—Namamu




Ditulis oleh dua orang yang tak saling mengalamatkan,
Anita Agustina
Soni Indrayana
Read More..
0
Minggu, 26 Juni 2016
“Sudahkah kepantasan dalam takdir hadir padamu?”
Pertanyaan itu, pertanyaan yang mengiang-ngiang di kupingku setiap kali melihat wujud harapan dan doa yang kupintakan menari-nari dalam tudung sutra yang melingkupinya. Aku tidak pernah ragu, tidak pula mengingkari kekhawatiran, namun bayang-bayangnya adalah idam-idaman sanubari yang senantiasa membisikkan asa.
Di depanku dirimu bergerak, berpindah dari satu pijakan ke pijakan lainnya dengan gemulai anggun yang mungkin nilainya tiada dapat terukur. Setiap kakimu memijak bumi, netramu memandang sesuatu dan mengabaikan acuhanku. Asyik bersenandung dengan orang yang memberikan sesuatu yang masih belum mampu kuhadirkan untukmu. Aku hanya melihat abai, menikmati berbagai adegan dalam rangkaian detik yang menggilas, menunggu hingga tiba waktu yang seharusnya datang.
Di suatu hari yang muram, saat suara riangmu menerimanya dengan gempita, aku bertanya pada seseorang yang mungkin empunya akan sesuatu yang tidak tampak oleh mata, dan tak terasa oleh akal. Pertanyaan yang penuh keresahan, memancar dari kedua bola mataku yang menatapnya dengan suram.
“Lepaskanlah nak. Lepaskan. Jika tangan mereka yang meraih bukanlah tangan yang suci, waktu akan membawanya pergi untukmu,” kata Si Empu Tua dengan suara yang sudah melemah termakan usia.
Read More..
0
Selasa, 21 Juni 2016
Dari lantai terbuka di atas atap rumahnya, Khadijah mengamati jalanan yang ramai oleh orang-orang yang tengah menyambut pulang para kafilah dagang. Unta-unta bekas tunggangan mereka tertambat dengan penuh lelah setelah pulang dari perjalanan cukup panjang mengunjungi negeri Syam. Khadijah, perempuan yang telah berkepala empat usianya itu, menyaksikan dengan penuh suka cita. Bukan hanya karena rezeki yang melimpah dari para pegawainya, melainkan karena suatu hal yang sulit ia jelaskan.
Maisarah, pelayan sekaligus sahabat setia Khadijah, bercerita panjang lebar soal perniagaan ke negeri Syam. Maisarah bercerita tentang kelancaran usaha sampai tindak tanduk para pegawai Khadijah selama perjalanan. Namun, ketika Maisarah bercerita tentang salah seorang pemuda bernama Muhammad yang juga merupakan bagian dari kafilah dagang itu, Khadijah menjadi gelisah. Ia seakan kehilangan selera untuk terus mendengar. Bathinnya menjadi tidak sabar dan terus saja mengacaukan benaknya. Belum selesai Maisarah bercerita, Khadijah melihat sosok pemuda bernama Muhammad itu sedang menuju ke arah kediamannya. Khadijah bergegas turun dan meninggalkan Maisarah, seolah tidak sabar dengan apa yang akan segera terjadi.
Read More..
Senin, 20 Juni 2016
Ada sebuah lagu dangdut masyhur yang penggalan liriknya sama dengan judul yang penulis berikan untuk artikel ini, “kalau cinta sudah direkayasa.” Lirik tersebut barangkali menjadi sangat cocok dan sesuai jika dikorelasikan dengan realita yang terjadi di tengah masyarakat sekarang, dalam hal ini dititikberatkan kepada kaula remaja.
Sebagaimana yang dikemukakan Papalia (2008),  manusia normal, sesuai dengan tugas perkembangan pada setiap tahap, akan mengalami fase saat organ dan hormon seksual menjadi aktif dan berkembang menuju kematangan. Ketika hal itu terjadi, manusia akan mendapati dirinya berhasrat dan tertarik kepada lawan jenisnya serta memiliki kemauan untuk memenuhi hasrat seksual. Remaja, adalah fase tempat seksualitas berkembang secara pesat.
Penulis sendiri menganggap bahwa seksualitas adalah salah satu karunia Tuhan yang sangat agung untuk manusia. Jadi wajar saja, jika setiap manusia menghendaki adanya hubungan cinta dengan seseorang yang ia senangi. Baron (2003) bahkan mengatakan bahwa para homoseksual dan heteroseksual sekalipun memiliki harapan yang sama akan suatu hubungan intim yang romantis (Baron & Byrne, 2003).
Read More..
0
Selasa, 15 Maret 2016
Kepada Yang Tersayang,
        Adik-adikku                                                                      
      di masa depan      

Dengan penuh rasa cinta dan kasih,
Hai adik-adikku, biar aku perkenalkan siapa aku. Ehm, rasanya mungkin tidak perlu, anggap saja aku ini adalah kakak, teman atau saudaramu yang akan berbagi cerita tentang “oleh-oleh” yang kubawa dari kehidupanmu.
Aku hidup di masa lalu, dan beberapa waktu yang lalu aku menyempatkan diri berkunjung ke masa depan, masa tempat kalian tinggal sekarang. Sebenarnya kita seumuran, tapi karena di masa kalian aku akan berusia lebih tua, maka biarlah aku memanggil kalian dengan sebutan adik sedang kalian boleh memanggilku apa saja. Setuju, kan? Sesuai dengan kata-kataku tadi, aku akan bercerita tentang kesan-kesan selama berada di masa depan.
Read More..
0
Senin, 29 Februari 2016
Ketika matahari telah purna tugas pada harinya
Ketika rembulan datang menjemput hidup
Saat-saat waktu melumatkan hal-hal yang lama
Saat-saat waktu menawarkan hal-hal yang baru

            Di awal waktu, engkau tersenyum
Pancar wajahmu, meramaikan suka
Oval matamu, memancarkan rasa
Keresahan yang menerjang, kebimbangan yang menerpa

            Kalimatmu, deras mengalir seperti hujan
            Tawamu, riuh berbunyi bagai pawana
            Panggilmu, mengalur dalam pasir yang bernyiur
           
Kadangkala, aku mendepa mengukur rindu
Sesenggukan di tengah pekat kabut kerinduan
Terisak-isak di balik luka yang membisa, basah tak mengering
Goresan-goresan cerita itu, kulukis dalam ikrar yang tidak sejati
Ia dihapus debu, dan buliran air dari  netramu yang oval
Jala asmara itu, tercabik rapi oleh paruh elang yang birahi

Hujan, datanglah…. Lumatkan semua, hanyutkan semua, musnahkan saja, kenang-kenangan cinta itu……


Read More..
0
Jumat, 22 Januari 2016
            Di suatu malam yang sepi, ketika dinginnya angin mulai merasuk ke tulang terdalam, saat manusia telah terlelap pulas dalam tidur, aku masih terjaga. Bermenung bersama keheningan dan bercengkrama dengan kehampaan sambil meratapi kesedihan-kesedihan yang berhembus kepadaku  di bawah payung sinar rembulan.
            Kepalaku terasa berat, tak mampu berpikir atau membayangkan sesuatu yang barangkali dapat membawa seutas senyum di bibirku. Air mataku mengalir ke dalam, tidak keluar sedikitpun. Aku merasa sangat amat sedih. Bahkan beberapa hari terakhir, tak satupun aktivitas kulakukan dengan sungguh-sungguh tanpa mengingat kesedihanku. Aku putus asa, bahkan merasa bahwa Tuhan telah berpaling dariku.
Read More..
0
Rabu, 20 Januari 2016
sumber foto: https://aresms.wordpress.com
Beton-beton yang membelantara itu, tempat hukum rimba berlaku, terkisah rupa-rupa serta warna-warni kehidupan.
Lantai yang tetap melantai,
dinding yang tetap mendinding dan
atap yang tetap di atas.
Hiruk pikuknya semarak, tak kenal sepi atau senyap.
Duka-duka dibabat suka, dan ia selalu didekap.
Warna-warninya tersebar dan membuat mata silau, menudungi hitam putih tempat bersama yang seperti sirna.

                        Duhai kawan-kawanku, bersihlah, jernihlah dalam memandang.
Tengoklah jalanan belantara beton itu, tidakkan ia menyimpan cerita?
Cerita tentang mereka yang mungkin kau lupakan saat kau telan apapun ke kerongkonganmu
Tentang mereka yang setia menjaga belantara betonmu, meski jarang kau ingat dengan cerita bahkan nama yang indah.

Mereka mungkin samar-samar tak terlihat
Tak terlihat oleh karena gemerlapnya warna
Warna yang membungkus hitam dan putih
Putihnya jasa yang menjadi bening tak tersentuh
Tak tersentuh oleh cerita-cerita heroik, sekalipun mereka adalah pahlawan
Pahlawan tanpa jasa yang lainnya
Seperti guru yang memberangus sampah kebodohan, maka mereka berperang melawan sampah yang sebenarnya

Ingatlah mereka,
Yang kau lupakan di jalanan belantara beton itu, menggerus-gerus kotoran padahal sering kau campakkan dengan angkuh kotoran-kotoranmu
Yang setia, walau tertakdir bagi mereka, agar kau memandang yang indah-indah bagimu, dan membaui semerbak wangi
Yang bercucur keringat di bawah payung  surya, demi tubuh yang meminta dan tuntutan yang menggilas
Yang membaui kebusukan dari perut manusia, tanpa peduli untuk siapa ia bekerja
Yang menghitam tubuhnya bercampur peluh, walau tidak tahu kepada siapa hasil dialamatkan
Yang mengotori diri agar orang menjadi bersih dan asri

Hei kawan, pernahkah setidaknya sebait doa kau lantunkan?
Daripada memberi apa-apa yang barangkali sulit
Atau sekedar tegur sapa yang sejuk
Atau mungkin mereka tidak selevel? Tidak setara? Tidak sekasta? Tidak sekelas? Dan tidak-tidak lainnya sehingga pantas dihinakan?

Mereka bukan para pekerja, tukang, bapak atau ibu sampah.
Kalian, yang memberatkan kerja mereka, itulah yang mungkin layak disebut pekerja sampah.




Read More..
0
Senin, 04 Januari 2016
Tulisan singkat ini adalah bentuk keprihatinan kepada dunia pendidikan yang entah terlalu kuno ataupun terlalu modern, sekaligus sedikit mencolek aktivis-aktivis yang gemar mengampanyekan slogan anti pembajakan. Barangkali ada yang tersentuh.
Di suatu hari yang pada akhirnya menggugah pikiran saya untuk menulis tulisan semacam ini, saya bertemu dengan seorang teman. Dia mendatangi saya dengan maksud untuk meminjam beberapa buku demi menyelesaikan tugas kuliahnya. Saya pun memberikan buku-buku yang dia butuhkan, kebetulan saya memiliki buku-buku yang dia butuhkan itu.
Saya lantas bertanya, “loh, banyak juga ya buku referensi yang dibutuhkan. Kenapa tidak copas  saja dari internet, gampang.” Dalam hati, saya justru kagum dengan teman saya ini, karena masih mau memakai buku-buku untuk menulis tugas di tengah kualitas teknologi yang sangat luar biasa maju ini.
Read More..
0
Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI