contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Minggu, 25 November 2012



Kau selalu di depan berwajah ceria
senyum terbentang dihadapan mata

Kau laksana misbah di kegelapan hati
Kau tak pernah gelap
Kau biaskan cahayamu pada kami
Kau terangi hati yang ditikam kebodohan

Kau laksana embun penyegar kehausan
Kau tak pernah kering
Kau alirkan ilmumu pada kami
Kau basahi jiwa yang dibebal nafsu
Read More..
2
Jumat, 16 November 2012

Seorang remaja tergeletak pingsan di tengah semak belukar, kondisinya sangat mengenaskan, tubuhnya tidak ditutupi baju, wajahnya dihiasi bekas pukulan, di tangan kanannya terdapat sebuah sayatan yang basah. Luka yang lebih mengerikan tergores di perutnya, melintang melewati pusar. Sayatannya sangat rapi, bukti bahwa sayatan itu dibuat dengan pelan, seolah ingin menyiksa si pemuda. Darah masih keluar di goresan goresan nan keji.
Pemuda itu pucat. Pucat karena memang ia telah diracun melalui luka dan cairan yang dicekoki secara paksa ke mulutnya. Rasa sakit yang dialami pemuda itu tak sedikitpun menghadirkan rasa iba di hati para penyiksa. Pun dengan para penolong, yang tak akan ditemui di tempat yang sama sekali tak dihuni manusia.
----------------------------------------
Kini pemuda itu sudah tidak lagi terbaring di semak belukar, seorang pria berwajah sangar dengan tulus mengangkat tubuh sakit si pemuda menuju gubuk kediamannya. Siapa sangka, ditengah kehampaan manusia penolong, pria ini tampil sebagai penyelamat nasib si pemuda yang seolah telah menuju garis akhir.
Si pria yang berukuran tubuh besar dan berkepala botak itu mengobati luka luka ditubuh si pemuda, mengompres kepala si pemuda yang panas tinggi dan menghapus bekas bekas darah di sekitar tubuh. Ia juga melepas celana jeans lusuh yang dikenakan si pemuda, dan menggantinya dengan celana berbahan ringan yang memungkinkan aliran darah si pemuda mengalir lancar.
Pria besar itu membelai rambut si pemuda yang mulai memanjang, tatapan sangarnya memberikan sedikit iba kepada nasib si pemuda.
Read More..
0
Jumat, 09 November 2012
Surabaya, September 1945

Angin berhembus kencang mengibaskan bendera Merah-Putih-Biru di pucuk tiang tingkat teratas hotel Yamato, Surabaya, September 1945...........
“Londo edan ! Berani beraninya mereka mengibarkan bendera asing di hotel Yamato.” Pemuda bernama Sidik terkejut dengan apa yang ia lihat.
“Ini tak bisa dibiarkan, mereka telah menghina kedaulatan kita!” Tambahnya dengan nada membakar semangat. “Kita akan hancurkan mereka” Pemuda satu lagi yang bernama Hariyono tak kalah garang melihat bendera Belanda berkibar diatas hotel Yamato, jiwa nasionalisme mereka membara. Mereka bergegas menuju Soedirman, Resimen Surabaya Pemerintahan RI pada saat itu.
“Jenderal, orang orang Belanda itu telah menghina kedaulatan Republik Indonesia. Ini tidak bisa dibiarkan, kita harus kirim mereka ke neraka. Ini negeri kita, hak kita untuk selamanya!” Sidik menjelaskan dengan perasaan yang membara
Read More..
2
Jumat, 02 November 2012

Wanita itu berdiri tegak, diam layaknya sebuah pilar di selasar istana. Cuaca yang dingin dan beku sama sekali tidak membuatnya goyah. Ia terus memandangi kolam dengan mata hening. Sesekali ia memejamkan mata lalu membukanya kembali, juga memegangi pagar pembatas. Ia tatap pantulan wajahnya di kolam, kulit putih bersih, paras nan sungguh elok dan sorot mata yang indah, benar benar suatu ciri kepantasan sebagai seorang ratu yang menguasai.
Apakah yang ada dalam pikiranmu wahai, ‘Yang Mulia’ ? Tentu tak ada yang berani mengusik kesendirianmu, atau jika ia ingin mencari masalah. Semembahana apa perasaan mu kini? Bukankah engkau sepatutnya bergembira? Engkau seorang ratu yang berkuasa, engkau adalah yang paling dihormati seluruh masyarakat negerimu. Lalu kenapa dengan kegalauanmu?.
Sesosok pria menghampirinya dan mencoba ingin tahu tentang perasaan Yang Mulia. Tentulah pria itu seorang bangsawan kerajaan, kalau tidak, kecil kemungkinan ada masyarakat biasa yang  bisa memasuki istana.
“Tidakkah engkau lelah Yang Mulia? Sudah larut, namun engkau belum tidur.” Bangsawan itu  bertanya langsung kepada ratunya, setelah sempat menundukkan badan tanda penghormatan.
“Bukankah kita sudah bersahabat sejak kecil? Pastilah engkau tahu bagaimana aku” Ratu menjawab pertanyaan bangsawan yang sesungguhnya telah lama menjadi teman sepermainannya, sebelum ia menjadi ratu.
Read More..
0
Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI