contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Jumat, 25 April 2014


Di suatu daerah yang penuh dengan kehidupan alami, hiduplah seekor macan jantan muda yang tinggal bersama ibunya. Mereka adalah pasangan ibu dan anak yang penuh cinta kasih dalam mengarungi misteri kehidupan. Ibu Macan adalah macan yang cantik dan sebagai pemburu ulung ia sangat ditakuti oleh hewan-hewan lainnya. Sedangkan Si Macan Muda adalah anak yang gagah meski tubuhnya masih kecil. Bulu-bulunya bersih dan selalu dalam perlindungan sang ibu. Setiap hari, Si Macan Muda ini makan dari hasil buruan sang ibu.
Karena selalu bergantung dari hasil buruan ibunya, lama-kelamaan Si Macan Muda menjadi malas, ketika ia sudah mulai remaja, yang berarti dirinya telah siap untuk berburu, ia masih saja berharap kepada ibunya.

Pada suatu hari, Si Ibu jatuh sakit sehingga tidak punya tenaga lagi untuk berburu. Macan Muda tidak peduli, berhubung ia belum lapar, maka ia bisa berharap besok ibunya akan sembuh seperti sedia kala. Namun setelah beberapa hari, kesehatan Ibu Macan tidak kunjung membaik, dan Macan Muda mulai lapar. “Nak, mulailah berburu. Ibu tidak sanggup mencari makanan, dan kita sudah mulai lapar. Tunjukkan bahwa engkau akan menjadi raja yang baru” Pinta Ibu Macan kepada anaknya.
“Aah. Nanti saja. Kita belum terlalu lapar. Mudah-mudahan besok ibu sudah sembuh. Bisa berburu lagi” Tolak Macan Muda dengan halus tapi penuh kemalasan. Ibu Macan hanya diam, dan tidak berniat untuk memaksa.
Keesokan harinya, Ibu Macan mengatakan hal yang sama kepada anaknya, namun kembali tolakan yang ia dapat. Terus seperti itu, hingga rasa lapar mulai menggerogoti mereka dan kesehatan Ibu Macan tidak kunjung membaik.
“Ibu cerewet. Kenapa mesti menyuruh aku. Itu kan tanggung jawab Ibu untuk memberiku makan, jangan sakit-sakitan terus. Ibu kan seekor macan” Ucap Macan Muda dengan kasar.
Hati Ibu Macan menjadi sangat sedih. Anak yang menjadi cinta kasihnya kini sudah berani menentangnya. “Nak, sampai kapan kamu mau berharap dari ibu?” Ibu Macan bertanya dengan lemah. “Ibu sudah tidak mau lagi mengurusku? Baiklah aku akan cari ibu yang lebih tangguh dan kuat dari ibu!”. Macan Muda meinggalkan ibunya sendirian, dan pergi berlari, menjauh.

-----

            Malam sudah sangat larut, Macan Muda beristirahat di bawah sebuah pohon beringin yang sangat rindang. Tubuhnya terasa sangat nyaman. Ia berguling-guling, dan memainkan ilalang-ilalang yang menyentuh kepalanya.
Saat sedang bermain. Macan Muda takjub melihat rembulan purnama yang bersinar indah. Ia berjalan ke tempat yang tidak ada pohon agar bisa melihat keindahan rembulan tersebut.
“Hei Rembulan!” Macan Muda bersorak memanggil Sang Rembulan. “Ada apa duhai macan kecil?” Rembulan menyahuti.
“Ehm.. Maukah kau menjadi ibuku? Kulihat kau begitu indah di langit sana. Ku yakin tidak ada yang lebih baik darimu” Macan Muda merayu Sang Rembulan. “Oh macan kecil. Ketahuilah bahwa ketika pagi menyingsing, Matahari akan menggantikanku. Aku tidak akan terlihat karena sinarnya yang sangat terang. Dan tahukah kau? Bahwa sinarku ini hanyalah pantulan dari matahari” Rembulan menolak, dan Macan Muda mafhum.
            Beberapa jam setelah itu, matahari pun terbit. Teringat akan ucapan Rembulan, Macan Muda langsung menghadap ke arah Matahari, meminta agar bersedia menjadi ibu baginya. “Wahai Matahari, kau sangat luar biasa. Tidak ada yang bisa mengalahkanmu. Maukah kau menjadi ibu bagiku?”
“Oh Macan Kecil, aku bukanlah yang terbaik untuk menjadi ibumu. Setiap hari, selalu ada awan yang akan menutupi sinarku ini. Mereka menutupiku beberapa saat bahkan sampai seharian lamanya” Seperti halnya Rembulan, Mentari juga menolak.
            Macan Muda lalu menemui awan, meminta hal yang sama, tapi awan juga menolaknya. “Angin akan memecah belah diriku, hingga aku tercerai berai”
Macan Muda beralih ke angin, tapi angin juga menolak “Bukit yang gagah itu selalu menghentikan gerakanku”.
Macan Muda kemudian menuju bukit, meminta hal yang sama, dan bukit menjawab “Air hujan yang turun dengan lebat kerap mengikis tubuhku, bahkan saat kedahsyatan mereka menerjangku, tubuhku akan longsor ke bawah” Lagi dan lagi, permintaan macan muda ditolak.
            Macan Muda belum menyerah, kalau bukit yang kokoh dikalahkan oleh air, maka tentu air lebih hebat. “Air. Maukah kau menjadi ibuku? Ku dengar kau bisa mengalahkan bukit yang gagah itu” Pinta Macan Muda. “Tidak nak, meskipun aku bisa merubuhkan sebuah bukit, tapi setiap kali aku mencapai tanah, badanku diserap oleh akar-akar rumput dan pohon” Air juga menolak. Lalu Macan Muda beralih kepada rerumputan, namun kembali ia menerima sebuah penolakan “Tidak nak. Rusa-rusa selalu saja memakan tubuhku”.
            Rasa putus asa mulai datang, tapi Macan Muda belum menyerah. Ia harus menemukan seorang ibu yang terbaik untuknya. Ia menemui seekor rusa yang pada awalnya sedikit takut untuk berbicara kepada Macan Muda. “Tidak perlu takut. Aku hanya ingin engkau menjadi ibu untukku”
Si Rusa terheran “Kenapa nak? Kenapa engkau mau menjadi anakku?”
“Aku butuh seorang ibu yang terbaik, dan kudengar engkau bisa memenuhi tujuanku”
“Tidak nak, aku bukanlah ibu terbaik untukmu. Di daerah ini ada seekor macan betina yang tinggal di kaki gunung dan ia sangat ditakuti. Dia adalah yang selalu mengancam kami. Namun kudengar ia sekarang sedang sakit dan ditinggal anak satu-satunya.” Ucap Si Rusa mengakhiri, dan berpamitan pada si Macan Muda.
            Ucapan Si Rusa sudah cukup membuat Macan Muda tertegun. Ia seakan mendapati bahwa dirinya tidak bertenaga, lemah dan rapuh. Pencarian panjangnya terhadap sosok ibu berakhir kepada seekor Macan yang telah ia tinggalkan dan ingin ia ganti dengan yang lebih baik.
Rasa sesal menghantuinya, ia berlari sekencang-kencangnya menuju kaki gunung, tempat dimana ia dan ibunya tinggal. “Ibuuu!” Macan Muda terengah-engah menatap ibunya. Dia terkejut melihat seonggok daging segar berada di hadapannya bersama lumuran darah yang memerahkan mulut ibunya.
“Ibuu maafkan aku. Aku menyesal. Engkaulah ibu terbaik bagiku, cinta kasihku yang sejati” Macan Muda melompat kearah ibunya dan memberikan pelukan hangat. “Tidak apa-apa sayang. Ibu selalu ada untukmu. Terimakasih, berkat do’amu kini ibu sudah sembuh. Ayo kita nikmati makanan yang lezat ini” Ucap Si Ibu Macan.
            Mereka makan dengan lahap, dan si Macan Muda berjanji bahwa setelah ini ia akan ikut berburu dan tidak akan malas serta menyusahkan ibunya lagi. Ia sadar, betapa hebatpun alam semesta ini, tidak ada yang bisa menjadi ibu terbaik selain ibunya sendiri.

----------

Sehebat apapun semesta ini, tidak satupun yang akan menggantikan kemuliaan seorang wanita yang pernah kita pinjam rahimnya untuk memulai kehidupan


| Free Bussines? |

1 komentar:

  • Anonim on 25 April 2014 pukul 21.06

    waahh ni keren (y)

  • Posting Komentar

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
    "Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

    Label

    Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

    Followers

    About Me

    Foto Saya
    Soni Indrayana
    Lihat profil lengkapku

    Total Pageviews

    Entri Populer

    Selamat Datang Di SONI BLOG

    Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

    Sekilas tentang penulis

    Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

    Social Stuff

    • RSS
    • Twitter
    • Facebook
    • HOME
    SONI