Di suatu daerah yang penuh dengan kehidupan alami, hiduplah seekor macan
jantan muda yang tinggal bersama ibunya. Mereka adalah pasangan ibu dan anak
yang penuh cinta kasih dalam mengarungi misteri kehidupan. Ibu Macan adalah
macan yang cantik dan sebagai pemburu ulung ia sangat ditakuti oleh hewan-hewan
lainnya. Sedangkan Si Macan Muda adalah anak yang gagah meski tubuhnya masih
kecil. Bulu-bulunya bersih dan selalu dalam perlindungan sang ibu. Setiap hari,
Si Macan Muda ini makan dari hasil buruan sang ibu.
Karena selalu bergantung dari hasil buruan ibunya, lama-kelamaan Si Macan
Muda menjadi malas, ketika ia sudah mulai remaja, yang berarti dirinya telah
siap untuk berburu, ia masih saja berharap kepada ibunya.
Pada suatu hari, Si Ibu jatuh sakit sehingga tidak punya tenaga lagi
untuk berburu. Macan Muda tidak peduli, berhubung ia belum lapar, maka ia bisa
berharap besok ibunya akan sembuh seperti sedia kala. Namun setelah beberapa
hari, kesehatan Ibu Macan tidak kunjung membaik, dan Macan Muda mulai lapar. “Nak,
mulailah berburu. Ibu tidak sanggup mencari makanan, dan kita sudah mulai
lapar. Tunjukkan bahwa engkau akan menjadi raja yang baru” Pinta Ibu Macan kepada
anaknya.
“Aah. Nanti saja. Kita belum terlalu lapar. Mudah-mudahan besok ibu sudah
sembuh. Bisa berburu lagi” Tolak Macan Muda dengan halus tapi penuh kemalasan.
Ibu Macan hanya diam, dan tidak berniat untuk memaksa.
Keesokan harinya, Ibu Macan mengatakan hal yang sama kepada anaknya,
namun kembali tolakan yang ia dapat. Terus seperti itu, hingga rasa lapar mulai
menggerogoti mereka dan kesehatan Ibu Macan tidak kunjung membaik.
“Ibu cerewet. Kenapa mesti menyuruh aku. Itu kan tanggung jawab Ibu untuk
memberiku makan, jangan sakit-sakitan terus. Ibu kan seekor macan” Ucap Macan
Muda dengan kasar.
Hati Ibu Macan menjadi sangat sedih. Anak yang menjadi cinta kasihnya
kini sudah berani menentangnya. “Nak, sampai kapan kamu mau berharap dari ibu?”
Ibu Macan bertanya dengan lemah. “Ibu sudah tidak mau lagi mengurusku? Baiklah
aku akan cari ibu yang lebih tangguh dan kuat dari ibu!”. Macan Muda
meinggalkan ibunya sendirian, dan pergi berlari, menjauh.
-----
Malam sudah sangat larut, Macan Muda
beristirahat di bawah sebuah pohon beringin yang sangat rindang. Tubuhnya
terasa sangat nyaman. Ia berguling-guling, dan memainkan ilalang-ilalang yang
menyentuh kepalanya.
Saat sedang
bermain. Macan Muda takjub melihat rembulan purnama yang bersinar indah. Ia
berjalan ke tempat yang tidak ada pohon agar bisa melihat keindahan rembulan
tersebut.
“Hei Rembulan!” Macan
Muda bersorak memanggil Sang Rembulan. “Ada apa duhai macan kecil?” Rembulan
menyahuti.
“Ehm.. Maukah
kau menjadi ibuku? Kulihat kau begitu indah di langit sana. Ku yakin tidak ada
yang lebih baik darimu” Macan Muda merayu Sang Rembulan. “Oh macan kecil.
Ketahuilah bahwa ketika pagi menyingsing, Matahari akan menggantikanku. Aku
tidak akan terlihat karena sinarnya yang sangat terang. Dan tahukah kau? Bahwa
sinarku ini hanyalah pantulan dari matahari” Rembulan menolak, dan Macan Muda
mafhum.
Beberapa jam setelah itu, matahari
pun terbit. Teringat akan ucapan Rembulan, Macan Muda langsung menghadap ke
arah Matahari, meminta agar bersedia menjadi ibu baginya. “Wahai Matahari, kau
sangat luar biasa. Tidak ada yang bisa mengalahkanmu. Maukah kau menjadi ibu
bagiku?”
“Oh Macan Kecil,
aku bukanlah yang terbaik untuk menjadi ibumu. Setiap hari, selalu ada awan
yang akan menutupi sinarku ini. Mereka menutupiku beberapa saat bahkan sampai
seharian lamanya” Seperti halnya Rembulan, Mentari juga menolak.
Macan Muda lalu menemui awan,
meminta hal yang sama, tapi awan juga menolaknya. “Angin akan memecah belah
diriku, hingga aku tercerai berai”
Macan Muda
beralih ke angin, tapi angin juga menolak “Bukit yang gagah itu selalu
menghentikan gerakanku”.
Macan Muda
kemudian menuju bukit, meminta hal yang sama, dan bukit menjawab “Air hujan
yang turun dengan lebat kerap mengikis tubuhku, bahkan saat kedahsyatan mereka
menerjangku, tubuhku akan longsor ke bawah” Lagi dan lagi, permintaan macan
muda ditolak.
Macan Muda belum menyerah, kalau
bukit yang kokoh dikalahkan oleh air, maka tentu air lebih hebat. “Air. Maukah
kau menjadi ibuku? Ku dengar kau bisa mengalahkan bukit yang gagah itu” Pinta
Macan Muda. “Tidak nak, meskipun aku bisa merubuhkan sebuah bukit, tapi setiap
kali aku mencapai tanah, badanku diserap oleh akar-akar rumput dan pohon” Air
juga menolak. Lalu Macan Muda beralih kepada rerumputan, namun kembali ia
menerima sebuah penolakan “Tidak nak. Rusa-rusa selalu saja memakan tubuhku”.
Rasa putus asa mulai datang, tapi
Macan Muda belum menyerah. Ia harus menemukan seorang ibu yang terbaik
untuknya. Ia menemui seekor rusa yang pada awalnya sedikit takut untuk
berbicara kepada Macan Muda. “Tidak perlu takut. Aku hanya ingin engkau menjadi
ibu untukku”
Si Rusa terheran
“Kenapa nak? Kenapa engkau mau menjadi anakku?”
“Aku butuh
seorang ibu yang terbaik, dan kudengar engkau bisa memenuhi tujuanku”
“Tidak nak, aku
bukanlah ibu terbaik untukmu. Di daerah ini ada seekor macan betina yang tinggal
di kaki gunung dan ia sangat ditakuti. Dia adalah yang selalu mengancam kami.
Namun kudengar ia sekarang sedang sakit dan ditinggal anak satu-satunya.” Ucap
Si Rusa mengakhiri, dan berpamitan pada si Macan Muda.
Ucapan Si Rusa sudah cukup membuat
Macan Muda tertegun. Ia seakan mendapati bahwa dirinya tidak bertenaga, lemah
dan rapuh. Pencarian panjangnya terhadap sosok ibu berakhir kepada seekor Macan
yang telah ia tinggalkan dan ingin ia ganti dengan yang lebih baik.
Rasa sesal
menghantuinya, ia berlari sekencang-kencangnya menuju kaki gunung, tempat
dimana ia dan ibunya tinggal. “Ibuuu!” Macan Muda terengah-engah menatap
ibunya. Dia terkejut melihat seonggok daging segar berada di hadapannya bersama
lumuran darah yang memerahkan mulut ibunya.
“Ibuu maafkan
aku. Aku menyesal. Engkaulah ibu terbaik bagiku, cinta kasihku yang sejati”
Macan Muda melompat kearah ibunya dan memberikan pelukan hangat. “Tidak apa-apa
sayang. Ibu selalu ada untukmu. Terimakasih, berkat do’amu kini ibu sudah
sembuh. Ayo kita nikmati makanan yang lezat ini” Ucap Si Ibu Macan.
Mereka makan dengan lahap, dan si
Macan Muda berjanji bahwa setelah ini ia akan ikut berburu dan tidak akan malas
serta menyusahkan ibunya lagi. Ia sadar, betapa hebatpun alam semesta ini,
tidak ada yang bisa menjadi ibu terbaik selain ibunya sendiri.
----------
Sehebat apapun semesta ini, tidak satupun
yang akan menggantikan kemuliaan seorang wanita yang pernah kita pinjam
rahimnya untuk memulai kehidupan
waahh ni keren (y)