Abbie melangkah pelan
ke tepian sungai. Kain biru kotor ia lingkupkan ke badannya, seolah merasakan
dinginnya angin sore. Ia duduk dan kedua kakinya yang penuh noda ia masukkan ke
dalam sungai. Menatap kosong kepada aliran air dengan kedua mata yang
melelahkan tetes demi tetes air mata dan hati yang terus saja bertanya dan
meyakinkan tentang apa yang terjadi kepadanya. Mencoba tidak percaya tapi
semuanya begitu nyata.
-------------------------
Sebagaimana biasa,
siang selepas menunaikan kewajiban bersekolah adalah saat yang tepat bagi Abbie
untuk kembali bercengkrama bersama sosok yang selalu mengundang senyum dan
gelak tawanya, Mitch. Seorang lelaki tampan berperawakan layaknya suami teromantis
yang senantiasa menggandeng tangan Abbie dengan erat dan melindunginya
kemanapun dan di mana pun mereka bersama.
“Makan siang?”
pertanyaan yang biasa diucapkan salah satunya. Kali ini giliran Abbie.
Tak seperti biasa, kali
ini Mitch membalas pertanyaan itu dengan ekspresi datar dan sebuah anggukan.
Abbie awalnya merasa heran, namun ia tidak peduli dan segera menarik lengan
Mitch.
“Aku ganti pakaian dulu
ya,” Abbie membuka ranselnya dan mengambil sebuah sweater dan jelana jeans
panjang. Ia permisi masuk ke dalam salah satu WC umum untuk berganti kostum.
