Hujan turun deras sore itu, menyembunyikan
semua udara panas yang sudah membakar negeri selama beberapa hari. Sebagaimana
biasa, hujan selalu kujadikan teman untuk bersantai dan bercengkrama dengan
kesendirian di kamar yang hanya ada aku seorang. Hujan juga adalah obat bagiku,
pelipur lara dari setiap kegundahan yang sepertinya enggan pergi dariku.
Aku benar-benar kesal pada ibuku, ia
benar-benar tidak mengerti anaknya dan tidak mau mencoba mengerti aku. Aku
sudah berkali-kali mengutarakan keinginanku untuk pergi liburan ke luar negeri,
tapi ibu selalu saja belum mau mengabulkannya, dengan alasan harus membayar
banyak keperluan lain. Tadi malam aku juga meminta hal yang sama pada ayah,
tapi jawaban ayah juga berupa penolakan, “nak, ayah masih harus bayar cicilan
mobil ayah dan mobil kakak, masih ada cicilan lain yang mesti ayah bayar. Nanti
kalau cicilan ayah sudah habis pasti ayah penuhi kemauan kamu.”
