contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Jumat, 16 November 2012

Seorang remaja tergeletak pingsan di tengah semak belukar, kondisinya sangat mengenaskan, tubuhnya tidak ditutupi baju, wajahnya dihiasi bekas pukulan, di tangan kanannya terdapat sebuah sayatan yang basah. Luka yang lebih mengerikan tergores di perutnya, melintang melewati pusar. Sayatannya sangat rapi, bukti bahwa sayatan itu dibuat dengan pelan, seolah ingin menyiksa si pemuda. Darah masih keluar di goresan goresan nan keji.
Pemuda itu pucat. Pucat karena memang ia telah diracun melalui luka dan cairan yang dicekoki secara paksa ke mulutnya. Rasa sakit yang dialami pemuda itu tak sedikitpun menghadirkan rasa iba di hati para penyiksa. Pun dengan para penolong, yang tak akan ditemui di tempat yang sama sekali tak dihuni manusia.
----------------------------------------
Kini pemuda itu sudah tidak lagi terbaring di semak belukar, seorang pria berwajah sangar dengan tulus mengangkat tubuh sakit si pemuda menuju gubuk kediamannya. Siapa sangka, ditengah kehampaan manusia penolong, pria ini tampil sebagai penyelamat nasib si pemuda yang seolah telah menuju garis akhir.
Si pria yang berukuran tubuh besar dan berkepala botak itu mengobati luka luka ditubuh si pemuda, mengompres kepala si pemuda yang panas tinggi dan menghapus bekas bekas darah di sekitar tubuh. Ia juga melepas celana jeans lusuh yang dikenakan si pemuda, dan menggantinya dengan celana berbahan ringan yang memungkinkan aliran darah si pemuda mengalir lancar.
Pria besar itu membelai rambut si pemuda yang mulai memanjang, tatapan sangarnya memberikan sedikit iba kepada nasib si pemuda.

----------------------------------------
Dua hari sudah, si pemuda mulai siuman, membuka matanya. Ia mulai merasakan tubuhnya, berusaha mengangkat kepala ataupun menggerak gerakkan ujung jari. Ekspresi wajahnya masih meringis, rasa sakit bekas sayatan masih tersisa meski luka itu sudah mulai mongering. Ia mengangkat punggung, mencoba menyandar di dinding gubuk kayu tua yang entah kenapa bisa menerimanya, tapi ia tak kuasa, tenaganya tak cukup untuk sekedar mengangkat punggung. Ia tak tahu berapa hari ia pingsan, tapi ia begitu bersyukur masih hidup.
Pintu kayu tua di depannya berdecit membuka, seorang pria raksasa masuk ke dalam gubuk, darah si pemuda langsung mengalir kencang, ia melihat pria itu sebagai salah satu dari tiga orang pria raksasa yang nyaris menghabisinya.
            “Aku lelah, lebih baik kau bunuh saja aku” Si pemuda merasakan kegetiran dan keputus asaan
            “Membunuhmu? Kalau hanya untuk membunuhmu untuk apa aku rela menggendong tubuhmu yang bau dan berdarah ke tempatku, dan aku bahkan membersihkan lukamu” Respon si pria besar dengan dingin
“Oh, sungguh? maafkan aku. Aku melihatmu mirip dengan orang yang telah membuatku begini”
“Ya sudahlah”
Si pria hanya merespon dingin, sedangkan si pemuda masih terbaring lemah dengan suara yang lemah pula.
“Tulang punggungmu lari dari posisinya, juga cedera berat akibat pukulan dan tendangan. Untuk sementara waktu kau tidak akan bisa menegakkan badan, meski hanya untuk memakai baju, aku tidak bisa mengobatimu sekarang, karena kondisimu masih sangat lemah”
Mendengar pernyataan si pria, si pemuda hanya mendengar, ia mengasihani dirinya sendiri yang sangat sakit. “Makanlah ini” Tangan si pria terulur memegang sepotong roti kecil ke mulut si pemuda, “Sedikit membantu memulihkan energi tubuhmu.”. Si pemuda menerima roti kecil itu dengan mulutnya, meski tidak akan cukup mengenyangkan tapi ia sangat bersyukur, paling tidak sepotong roti kecil itu bisa mengisi kekosongan di lambungnya.
           
Pemuda yang terbaring lemah itu tidak bisa mengangkat tubuhnya, susunan tulang punggungnya menjadi tidak benar akibat aniaya sekelompok pria kekar. Beberapa hari terbaring, kondisi fisiknya membaik karena perawatan luka dan asupan nutrisi yang cukup. Tetapi punggungnya belum mampu untuk tegak. Ia berusaha keras mengangkat tubuhnya, keringat mulai keluar di pori pori kulit, dan ia terjatuh dari tempat tidur. Pria besar penolong mengangkat Si Pemuda, “Tulang punggungmu belum bisa untuk berdiri, aku sudah menyiapkan alat untuk membantu menyembuhkan punggungmu.” Pria itu menarik tubuh si Pemuda menuju sebuah bilik tempat 2 buah tali tergantung, diujung bawah tali terdapat sebuah gelang yang diameternya cukup untuk pergelangan tangan remaja yang umumnya tidak besar.
Pria itu memasukkan kedua tangan Si Pemuda ke dalam lingkaran. Gelang itu dipakaikan hingga sampai pada ketiak, dan gelang itu menyangga tubuhnya untuk tegak. Pemuda merasa kesakitan karena ia dipaksa untuk berdiri. “tahanlah sebentar, ini akan mengobati kesakitanmu” Pria penolong memberikan sebuah kata penenang, tapi apa cara pengobatannya, Pemuda tak tahu.
Pria penolong berdiri dibelakang Si Pemuda, melayangkan tinjuan keras kearah punggung yang mengalami cedera, sontak Lelaki Muda menjerit kesakitan, keringatnya menetes netes tak tahan karena sakit. “Sabarlah, hanya ini cara untuk memulihkan kondisimu”. Terapi keras itu membuatnya tak tahan, begitu menyakitkan apa cedera yang ia dapat dan begitu menyakitkan pula penyembuhannya. Selesai terapi, ia tak sadarkan diri.
Si Pemuda membuka matanya, rasa sakit langsung menyergap punggung, tapi tak separah biasanya. Ia merasa pegal pegal, apalagi lengan dalamnya yang terus menahan beban tubuh. Angin dan dingin pagi menusuk badannya yang tak bertutup kain, hanya celana pendek yang tidak sampai selutut. Ia mencoba menggerakkan kaki, berusaha berdiri, ia hampir melakukannya, namun punggungnya belum cukup mampu untuk menopang badan, namun paling tidak, ada kemajuan.
Pria besar penolong datang, tangan kanannya memegang sebuah piring berisi nasi lunak yang lebih pas untuk dikatakan bubur, tangan kirinya menggenggam segelas air putih. Si pria penolong menyanduk nasi lunak itu dengan sendok, menyodorkannya ke mulut si pemuda “Makanlah, sebelum angin mengisi perutmu” Terdengar kasar, tapi Pemuda bisa merasakan keikhlasan dan ketulusan dari si pria. Si Pemuda yang terbiasa manja benar benar mengalami sesuatu yang sangat tidak ia sangka, disiksa habis habisan dan harus mengalami semua ini, berbeda dengan kesehariannya yang tergolong santai.
Selesai santap sarapan, si pria kembali melakukan terapi penyembuhan, tapi tidak sesakit kemarin. Ia mengurut urut dan meraba raba tulang tulang yang menyangga punggung. hingga setelah beberapa waktu, Si Pemuda bisa normal seperti sedia kala.
----------------------------
“Aku ingin kembali ke tempat tinggal, tapi mereka pasti mengincarku jika mereka tahu aku belum mati” Andra bingung dengan kelanjutannya
“Tinggalah untuk beberapa waktu bersamaku, selamanya juga boleh”
“Apa tidak membebanimu? Kau telah berbuat banyak padaku”
“tidak, malahan aku bisa memiliki obat kesendirian”
Pemuda tersenyum, ia sangat bahagia ada orang yang mau menampungnya, walau ia tetap bertekad untuk tidak selamanya bergantung pada sang penolong.

Bersambung..................................


| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI