Malam sebagaimana biasa, gelap
sepeninggal matahari yang undur diri pada sang hari, meninabobokan segenap
insan yang merasakannya bersama para bintang-bintang yang tinggi nan jauh mengangkasa. Seorang
lelaki bernama
Muhammad tertidur
pulas dalam kebersahajaan malam yang selalu akrab bersamanya, layaknya sang siang. Tidurnya
nyenyak dan berteladan.
Sesosok yang sangat asing wujudnya
mengusik tidur Muhammad, ia terbangun namun tak terlihat olehnya siapapun, hanya sepi-sepi
keadaan berteman malam dan ia pun
kembali berbaring. Sosok
misterius tadi menghampirinya untuk kedua kali, hingga yang ketiga, sosok
misterius mengangkat tubuh Muhammad hingga berdiri
di sisinya.
Sosok misterius itu bukanlah orang asing bagi Muhammad. Mereka pernah bertemu,
mereka pernah berinteraksi dan telah ada relasi di antara mereka. Jibril,
begitulah sosok misterius itu dikenal semesta. Seorang jenderal bagi seluruh
kaumnya, dan sosok yang dihormati semesta.
Jibril mengajak Muhammad menuju pintu bangunan mesjid, disana ia
melihat sesosok makhluk mirip hewan namun terlihat begitu asing. Warnanya putih, perawakannya seperti peranakan
antara kuda dan keledai, sayapnya indah bagai cendrawasih, dan langkahnya
sejauh mata memandang. Muhammad diajak menunggangi makhluk yang mirip kuda bersayap
itu oleh Jibril, melintasi
malam menuju utara Yastrib dan Khaibar, hingga
tiba di Al-Aqshaa, Yerusalem, dalam waktu yang sangat singkat.
Di
Yerussalem, Muhammad dan Jibril bertemu
beberapa lelaki pilihan Raja Semesta dan beribadah disana. Setelahnya, Muhammad disuguhkan dua buah gelas, satu gelas berisi
anggur dan satu gelas lagi berisi susu. Muhammad menggenggam
gelas berisi susu, kemudian meneguk isinya meninggalkan gelas berisi anggur.
“Engkau telah diberi petunjuk
kepada jalan yang benar dan memberi petunjuk kepada umatmu. Wahai Muhammad!
Anggur itu terlarang bagimu,” Jibril menyeru kepada
Muhammad.
Seperti yang pernah terjadi pada
beberapa lelaki pilihan lainnya, seperti Nuh, Ilyas dan Isa dengan ibunya,
Maryam, Muhammad pun diangkat
keluar dari kehidupan di bumi mengangkasa
menuju langit bersama Jibril yang kini telah berubah ke wujud aslinya. Dengan
menunggangi makhluk mirip kuda bersayap yang bernama Bouraq itu, mereka
meninggalkan Al Aqshaa, menuju ke suatu tempat nan entah dimana, jauh
sejauh-jauhnya melintasi ruang dan waktu serta bentuk lahiriah bumi, melewati
tujuh lapisan langit.
Disana, Muhammad kembali
bertemu dengan lelaki pilihan yang ia temui di Yerusalem, meski kali ini dalam
wujud ruhani. Muhammad melihat Yusuf
yang wajahnya membuat ia terkagum-kagum.
“Wajahnya laksana cahaya rembulan
saat purnama,” ucap
Muhammad memuji Yusuf.
Di langit
berikutnya, Muhammad berkata lagi, “sekeping anak panah dari surga lebih baik dari segala yang ada di bawah
matahari, dari tempat terbit dan tenggelamnya. Jika wanita surga tampak pada penduduk bumi,
maka ruang antara langit dan bumi ini akan dipenuhi cahaya dan keharumannya.”
Berbagai macam pemandangan
dilihat oleh Muhammad, hinga puncaknya di suatu tempat bernama
Shidrat Al-Muntaha, berakar pada singgasana Arsy. Puncak semesta, puncak segala
ilmu pengetahuan, yang setelahnya tak satupun makhluk mengetahui misterinya. Di
puncak semesta itu, Jibril tampak dihadapan Muhammad dengan segala kemegahan. Muhammad melihat
Jibril ketika Sidrat Al-Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya,
penglihatannya tidak berpaling dari yang dilihatnya dan tidak melampauinya.
Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang
paling besar.*
"Wahai
Muhammad, temuilah Allah. Aku hanya bisa mengantarmu hingga di sini. Selangkah
lagi aku mendekati Arsy, maka pastilah aku akan terbakar." Kira-kira
begitulah yang diucapkan Jibril kepada Muhammad.
Muhammad luar
biasa takjub atas apa yang ia lihat. Sebuah tempat yang luar biasa indah, sebuah
tempat yang menyisihkan segala keindahan dunia.Tempat agung ciptaan Allah yang
Maha Sempurna. Cahaya-Nya turun meliputi Sidrat Al-Muntaha dan segala yang ada di
sisinya. Muhammad menatap tanpa berkedip dan tanpa berpaling.
“Aku
berlindung kepada Cahaya Keridhaan-Mu. Segala kehormatan, keberkahan,
kebahagiaan dan kebaikan bagi Allah.”
*QS. An-Najm 16-18