Papa sedang asyik membaca tabloid olahraga sepakbola kesukaanya diatas meja
makan. Ditemani segelas jus alpokat membuat perasaannya sangat tenang di siang
yang begitu terik. “ting tong”. Suara bel seakan memecah ketenangan siangnya,
ia mencoba memperhatikan lagi dengan pendengarannya bahwa yang ia dengar adalah
suara bel. “ting tong” ya ternyata apa yang ia dengar tidak salah, ia berdiri
melipat koranya dan bergegas menuju pintu rumah. Dibukanya pintu, terlihat
sesosok lelaki muda telah berdiri dengan senyum menawan di depan pintu.
Kulitnya putih, bola matanya hitam pekat begitu pula dengan rambutnya, pakaian
kaos hitam dibawahi dengan celana jeans
biru. “Assalamu’alaikum om” salam terucap dari bibirnya yang tipis.
“Wa’alaikumussalam. Ada apa nak?” Menjawab salam dan tanpa pikir panjang
langsung papa bertanya maksud kedatangannya dengan cara yang halus dan hanyut.
“Sarah ada om?” bertanya dengan malu-malu.
“Nama kamu siapa? perkenalkan
diri dulu dong.” Tatapan papa menusuk tajam
kearah si pemuda, ekspresi wajahnya berkesan menguji. “Oh iya, maaf om. nama
saya Andri, saya teman sekolahnya Sarah” dengan malu-malu bercampur percaya
diri, Andri memperkenalkan dirinya sambil menjabat tangan papa.
“Oh ya, yang tadi om, Sarah
ada?” Kembali mengulang maksud hati
“Ya ada. dia lagi di kamar.”
“Hmm boleh om saya ajak Sarah
keluar?” Andri bertanya dengan jantung yang berdebar-debar. “Masuk dulu-lah nak
Andri, ayo masuk. duduk dulu. Jangan buru-buru, kamu pasti capek.” Papa dengan
akrab merangkul bahu Andri, mempersilahkan menduduki kursi ruang tamu. “Bi,
ambilkan minum untuk nak Andri. Kasih yang dingin, dia pasti haus” Perintah
papa ke Lis, pembantu di rumahnya. “Gak usah om, jangan repot-repot”. “Sudah,
tidak apa-apa”.
Diam-diam Sarah yang terkejut melihat kedatangan Andri langsung menghambur ke
kamar adiknya, Dira, dan mengintip dari balik pintu kamar Dira yang berhadapan
langsung dengan ruang tamu, hatinya bergetar, bertanya-tanya apa yang
dibicarakan papanya dengan Andri. “Ngapain kakak disini?” Suara Dira tiba-tiba
mengagetkan Sarah. “Ssst diam ah kamu!” Wajah Sarah berubah setelah ditegur
Dira, “Kamu diam aja. Kakak gak bakal ganggu kamu.” sergah Dira dengan sedikit
mengancam. “aku bilang papa nanti!”. Dira balas mengancam.
“Eh eh iya iya, nanti kakak
traktir kamu makan. tenang aja. Tapi jangan bilang ke papa kalau kakak
mengintip dari kamar kamu”
“Hmmmmm jadi ada tawar menawar
ni. Ternyata ada sesuatu di ruang tamu. Aku mau lihat dong” Dira penasaran “Tidak usah! Anak kecil gak perlu tahu” langsung Sarah
mencegah Dira.
“Jadi maksud kedatangan nak Andri kesini dalam rangka apa? minjam buku? belajar
bersama? atau?” Papa Sarah mulai menyelidiki
“Eh anu om, saya mau minta
izin bawa Sarah keluar.” dengan gugup Andri berterus terang. “Tapi cuma
sebentar kok om. Mau ajakin Sarah makan aja. Sebentar om, sebelum maghrib udah
pulang kok.” Rasa gugup dan takut semakin menggerogoti tubuhnya, keringat mulai
membasahi kening Andri.
“Ooh mau pergi makan” tawa
tersembur dari mulut papa “Bilang toh daritadi. Ayo kita ke meja makan, om tadi beli Spaghetti dua, tadinya untuk tante,
tetapi karena ada kamu om kasih aja. Kamu pasti lapar.” Papa berdiri membimbing
tubuh Andri menuju meja makan. “Tapi om”, Andri mencoba mengelak. “Tidak usah
sungkan, ayo makan saja” Papa sukses memaksa Andri menuju meja makan, niat
Andri untuk mengajak Sarah makan berdua berakhir di meja makan bersama papa Sarah, bersantap berdua sang wali.
“Om, saya pamit pulang dulu. Lain kali saja saya ajak Sarah makan.” Sambil
menggaru-garuk kepalanya, Andri pamit. “Oh iya om, saya mau ngasih bukunya
Sarah, ini tadi ketinggalan di sekolah” Andri menyodorkan buku tulis bersampul
cokelat padi ke tangan papa. “Sarah, sini sebentar.” papa memanggil Sarah, “Ini
si Andri balikin buku kamu.” Melihat Sarah sang pujaan hati berdiri di
hadapannya, Andri langsung mengalami salah tingkah, ia menyeka keringat di
kepala, matanya tidak tentu arah, dan tangannya terkadang menyentuh nyentuh
bagian-bagian sepeda motor gedenya. “Makasih ya Ndri” suara halus Sarah semakin
membuat hati Andri bersemi bak sakura, tidaklah sia-sia kedatangannya sore itu,
walau rencana gagal, paling tidak ia berhasil melihat sang manusia pengisi
hati. “I...iya. sama-sama Sarah” kalimatnya patah-patah.
“Om pamit ya, Sarah.”
Andri melajukan motornya meninggalkan rumah Sarah. Perasaanya bahagia tak
terperi, baru melihat Sarah saja rasanya sudah seperti melihat surga, pikirnya,
apalagi kalau bisa menjadi kekasihnya.
-------
“Andri tadi makan pa?” Sarah bertanya. “Iya, kenapa memangnya? Tadi dia lapar, Mau ngajakin kamu makan. Tapi kebetulan di rumah ada spaghetti, papa kasih
aja buat dia. Soalnya mama kamu belum pulang.” Papa menjelaskan cerita dengan
santai tanpa perasaan berarti. Sarah setengah kecewa, “Papaaaa! Dia kan mau
ajakin Sarah makan. Kok papa malah ajak dia makan. Ah papa.” wajah Sarah
mengekspresikan kekecewaannya, tidak terima dengan sikap papa yang dia anggap
terlalu protektif dan picik. Ia beranjak menuju kamarnya dengan langkah yang
sedikit terpaksa dan dihentakkan keras.
PUPUS. Hahahahaha
*Apapun amanah dari cerita ini, itu tergantung perspektif anda ;)
---------------------------------------------------------------------------------------------------------