Di taman belakang rumah, aku
menyandarkan punggung di sandaran kursi kayu yang nyaman ini, merelaksasikan
tubuh di pagi hari nan segar sambil ditemani sekelompok burung yang
menyenandungkan nada. Udara segar merasuki saluran pernafasan, ah segarnya. Mikal,
keponakanku, ikut duduk di dekatku meski tidak berinteraksi langsung. Ia memang
sering menginap di rumahku saat kesibukan sekolah dan les privat dua kali
seminggu di rumah libur. Mikal sedang sibuk dengan komiknya, tidak akan
menyahut apabila disapa, jiwanya sudah berada dalam dunia komik. Jadi,
kupikir lebih baik kubiarkan saja dan aku bisa menikmati hari liburku dengan
damai.
“Paman!” Suara Mikal yang bernada
tinggi mengejutkanku yang setengah melayang. Ia sudah berada dibelakangku
sambil meletakkan tangannya di sandaran kursiku. “Apa sih? Bikin kaget aja”
Jawabku sedikit kesal. “Aku boleh cerita gak?” Harapnya dengan semangat.
Ya berhubung aku adalah
pribadi yang suka bercerita dan mendengar cerita, jadi tentu aku tidak akan
menolak.
“Aku lagi jatuh cinta” Ucapnya pelan, setengah senyum
tersipu, dan tetap lantang penuh gairah.
‘Dasar anak remaja’ pikirku.
Usia Mikal 14 tahun, 10 tahun ada dibawahku. Usia dimana yang namanya bendera
cinta mulai berkibar, memuncak tinggi hingga ke pucuk tiang.
“Lalu kalau kamu jatuh
cinta apa urusannya dengan paman?” Jawabku sambil memancing kekesalannya. Mikal
tidak menjawab, ia sodorkan ponsel full
touchscreen nya padaku. Sudah ku ketahui dengan pasti orang di layar hp
ini. “Hah alufiru dalam cinta” Ku sebut setengah menganggap remeh. “Dan
sekarang kamu bingung harus apa?” Lanjutku sambil mengembalikan ponsel itu.
Mikal hanya diam, ekspresinya tidak banyak menggambarkan
apa yang ia pikirkan, polos datar. Ia menyentuh ponisnya yang masih basah
setelah mandi. “Gak kok. Gak bingung. Cuma mau cerita aja. Daripada senyum-senyum
sendiri seperti orang gila” Ya begitulah tanggapan Mikal, asal-asalan dan tidak
jelas.
Tapi kupikir, anak
polos dan manja seperti dia bisa jatuh cinta juga rupanya. Ha . . ha . . ha . .
Tapi setelah melihat foto tadi, ada perasaan aneh yang
menggelayuti otakku. Rasanya wanita di foto itu tak asing bagiku. Seketika
kesantaian ku pagi ini berubah jadi tanda tanya yang penuh keseriusan. Entah
kenapa aku ingin tahu tentang orang yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya
denganku. Aku menenangkan diri, mencoba mengosongkan dunia ini dan yang ada
hanya aku dan pikiranku.
Di sebuah kelas sekolah.......
“Hei kau ini laki-laki atau
perempuan sih?” Ucapku pada seorang teman yang baru aku kenal beberapa hari ini
“Apa sih?” Jawabnya dengan
sedikit tertawa
“Tampangmu oke, tapi gayamu
seperti laki-laki. Aneh!” Lanjutku mencoba melukiskan eskpresi kekesalan.
“Biarlah. Bukan urusanmu” dia
menanggapi dengan santai sambil terus menulis di papan tulis dengan spidol
hitam.
Aku
tertawa kecil. Mencari sesuatu yang lain untuk ku kerjakan. Namun satu hal,
sejak saat itu aku sering mengarahkan pandanganku 120 derajat ke arah kanan
dari depan. Netra yang menuju kepadanya sambil tersenyum sendiri.
Mikal. Ah anak ini! Dia mencoba mengganggu pagiku dengan
menyuruhku melihat apa yang kusaksikan 10 tahun lalu. Entah apa maksud anak
kecil yang terkadang sok tahu ini. Menyuruhku bernostalgia, mengerjaiku atau mencoba
“menjodohkan” aku seperti kebiasaan ABG? Dan entah darimana ia dapatkan foto
itu, walau yang pasti bukan perkara sulit bagi Mikal untuk mendapatkannya
karena setiap hari Selasa dan Kamis ia bisa dapatkan foto itu dari orangnya
langsung, mungkin sebagai keisengan “anak rumahan”!
@soniindrayana