Manusia diciptakan dengan keadaan
memiliki penderitaan, baik penderitaan secara fisik maupun psikologis.
Penderitaan yang mutlak dan pasti dialami oleh setiap manusia. Ada kalanya, penderitaan
itu menghambat dan menimbulkan luka mendalam, namun ada kalanya pula
penderitaan membuka jalan bagi seseorang untuk melampaui batas-batas
kemampuannya.
Terjerumus ke dalam lembah traumatis
yang membawa penderitaan barangkali adalah sesuatu yang ingin dihapus oleh
Bruce Wayne, pemilik Wayne Enterprise yang terkenal dengan kekayaan, ketampanan
dan sifat angkuhnya. Sedari kecil ia memiliki ketakutan akan kelelawar dan
kegelapan. Karena ketakutannya itu pula ia merasa bertanggung jawab atas
kematian kedua orangtuanya. Hidup yatim piatu sedari kecil tentu menjadi sebuah
penderitaan bagi anak manapun di dunia ini. Gelimangan harta warisan tidak akan
mampu menggantikan posisi orangtua bagi Bruce, dan bagi siapa saja. Hidup di
kota yang kotor akhlaknya, juga menjadi tambahan akan penderitaan Bruce,
terlebih saat ia mengingat betapa kedua orangtuanya adalah sosok filantropis. Semua penderitaan itu telah banyak memberi
pengaruh kepada kehidupan Bruce, ia menjadi penakut, penyendiri dan menjauhi
lingkungan sosial.
Kehidupan bermakna adalah impian
bagi setiap manusia. Manusia menginginkan kebebasan, kebahagiaan, dan sebuah
kematian yang indah. Manusia punya kecenderungan untuk menolong sesama, dan
menjadi berguna bagi orang lain. Dalam hari-hari penderitaannya di kamp
konsentrasi Yahudi yang dibuat oleh tentara Jerman, Viktor Frankl, seorang
tokoh yang terkenal karena teori makna hidupnya, menyaksikan bagaimana
penderitaan membawa malapetaka dan juga makna bagi setiap manusia, termasuk
kepada dirinya sendiri. Sebagaimana yang dialami oleh Bruce Wayne, Frankl juga
mendapati penderitaannya di dalam kamp konsentrasi. Ia melihat keluarga dan
rekan-rekannya mati perlahan-lahan. Mati dalam arti sebenarnya, sekaligus mati
akan harapan.
Pengalaman menyakitkan di kamp
konsentrasi mengajarkan Frankl akan satu hal; yakni memaknai hidup dalam
penderitaan. Frankl menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, bahwa di tengah
keputusasaan masih ada tahanan yang menunjukkan sikap tabah, bertahan dan
memberikan bantuan kepada tahanan lain. Mereka mampu memunculkan dalam diri
mereka sebuah harapan, harapan untuk mengambil hikmah dan makna dari sebuah
penderitaan. Melalui penderitaan itu, Frankl sadar bahwa ia pun bisa melakukan
sesuatu di tengah penderitaan dirinya, melampaui batas-batas kemampuan yang ia
miliki dan menjadi seorang superhero dengan tulisan-tulisannya.
Penderitaan juga mengajarkan Bruce
Wayne untuk mencari makna hidupnya sendiri. Atas penderitaan-penderitaan yang
ia rasakan, Bruce memilih untuk menciptakan alter-ego dirinya sendiri yang
kemudian menjadi dirinya yang sejati; Batman. Ia mencoba menghapus rasa
takutnya akan kelelawar dengan menjadikannya sebagai simbol dari Batman.

Hidup adalah perjuangan tanpa henti,
ada pasang surutnya dan hidup sarat akan perubahan. Bila anda pernah atau
menggemari trilogi The Dark Knight karya Christopher Nolan, maka anda
pasti tahu bagaimana Batman kehilangan motivasi dan harapan setelah kalah
melawan Bane. Ia seolah kembali menjadi Bruce Wayne kecil yang penakut dan
kehilangan harapan. Namun sekali lagi, penderitaan dapat membawa hikmat bila
menyikapinya dengan benar. Bruce teringat kata-kata sang ayah, Thomas Wayne, “Why
do we fall, Bruce? So we can learn to pick ourselves up.”. Ya, bangkit!
Kekalahan mengajarkan kita bagaimana caranya untuk bangkit, sesuatu yang tidak
pernah diajarkan oleh kemenangan. Bruce sadar bahwa sebenarnya ia butuh dengan
kekalahan, untuk menjadi lebih kuat.
Menurut Frankl, ada lima langkah
untuk mengubah penghayatan hidup dari kondisi tidak bermakna (meaningless)
menjadi bermakna (meaningfull), antara lain pengalaman tragis, penerimaan diri, penemuan makna hidup, realisasi
makna dan kehidupan bermakna. Bruce mengalami pengalaman tragis sedari kecil
yang membuatnya menjadi sosok yang insecure. Derita yang dialaminya
kemudian membawanya kepada kesadaran bahwa ia harus menerima dirinya, dan
menentukan perubahan apa yag dapat ia bawa. Dengan sumber dayanya, Bruce
memilih untuk menjadi seorang vigilante, mengubah sosok dirinya menjadi
Batman dan menolong banyak orang.
Dalam buku legendarisnya, Man’s
Search for Meaning, Frankl berkata bahwa segala sesuatu dapat direnggut
dari manusia kecuali satu hal, kebebasan terakhir manusia, yaitu kebebasan
untuk memilih sikapnya sendiri dalam keadaan apapun, kebebasan untuk memilih
caranya sendiri. Bruce Wayne menyikapi penderitaannya sebagai kesempatan
baginya untuk memilih, larut dalam ketakutan atau keluar menjadi seorang
pemberani dan merubah banyak hal, dan ia memilih pilihan kedua. Demikian juga
dengan Frankl, ia sudah memilih untuk tidak berputus asa dalam penantian
panjang di kamp konsentrasi. Ia menyimpan harapan, dan ketika harapannya
terwujud ia menunjukkan kepada dunia bahwa penderitaan sesakit apapun dapat diambil
hikmahnya, dan menjadi kekuatan yang istimewa. Satu hal yang harus dipahami,
baik Bruce Wayne maupun Viktor Frankl, terlebih dahulu merubah sikap diri
mereka sendiri, baru kemudian merubah banyak hal.
“When we are no longer able to change the
situation, we are challenged to change ourselves” (Viktor Frankl, Man’s Seacrh
For Meaning)