contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Jumat, 09 November 2012
Surabaya, September 1945

Angin berhembus kencang mengibaskan bendera Merah-Putih-Biru di pucuk tiang tingkat teratas hotel Yamato, Surabaya, September 1945...........
“Londo edan ! Berani beraninya mereka mengibarkan bendera asing di hotel Yamato.” Pemuda bernama Sidik terkejut dengan apa yang ia lihat.
“Ini tak bisa dibiarkan, mereka telah menghina kedaulatan kita!” Tambahnya dengan nada membakar semangat. “Kita akan hancurkan mereka” Pemuda satu lagi yang bernama Hariyono tak kalah garang melihat bendera Belanda berkibar diatas hotel Yamato, jiwa nasionalisme mereka membara. Mereka bergegas menuju Soedirman, Resimen Surabaya Pemerintahan RI pada saat itu.
“Jenderal, orang orang Belanda itu telah menghina kedaulatan Republik Indonesia. Ini tidak bisa dibiarkan, kita harus kirim mereka ke neraka. Ini negeri kita, hak kita untuk selamanya!” Sidik menjelaskan dengan perasaan yang membara

“Mereka tidak tahu aturan. Setelah maklumat Pemerintah RI 1 September yang lalu, seharusnya hanya Sang Merah Putih bendera yang boleh berkibar di bumi Indonesia. Mereka telah memukul gendering perang.” Hariyono tak kalah beramarah kala menjelaskan apa yang terjadi. .
Resimen Soedirman mendiamkan dirinya, ia berpikir. Mencoba tenang  menanggapi laporan yang disampaikan dua orang pemuda itu. “Baiklah, kita harus menuju Hotel Yamato, sekarang juga. Ini tidak bisa dibiarkan.”
Tidakkah mereka sangat mencintaimu wahai Ibu Pertiwi? Orang orang tua, muda, hingga anak kecil berkumpul dengan segala amarah mereka di depan hotel Yamato untuk membelamu. tak takut kalau kalau maut siap menghampiri. Mereka menggelorakan api semangat, menerobos pintu, jendela bahkan dinding bangunan, mengarahkan kepada tiang bendera, merobek warna biru, dan sorak sorai “MERDEKA” mengalir membahana dari tuturan mereka.................................

Surabaya, Oktober 1945
Sebuah mobil melewati jejalanan kota Surabaya mendekati Jembatan Merah. Di dalamnya duduk dengan angkuh seorang Brigadir Jenderal bernama Aubertin Mallaby. Pria berjidat lebar dan berkumis itu bertemu dengan mautnya kala mobil Buick yang ia tumpangi di hujani peluru peluru dari milisi Indonesia. Ia mengerang kesakitan kala peluru memaksa masuk kedalam tubuhnya. Entah rasa sakit sempat menyadarkan ia akan penderitaan sang Zamrud Khatulistiwa atau tidak, itu sama sekali tak berguna. Sebuah granat yang dilempar benar benar mengakhiri hidup beserta bentuk jasadnya.
Semangat bagai bensin terpercik api dari kematian Brigjen Mallaby. Mereka, para pemuda dan pejuang pejuang tanpa pamrih semakin berapi-api meletupkan rasa benci mereka kepada Para Koloni dari Eropa. Mereka tak kenal lelah, tak takut mati, tak harap balas untuk satu hal, MERDEKA !!!!

Surabaya, 10 November 1945
Sudahkah kalian tahu, bahwasanya kematian Mallaby membuat mereka semakin menginjak injak bangsa ini dengan ultimatum kepada kalian untuk menyerahkan diri pada 10 November, wahai para Syuhada?
Tentara tentara sekutu berlari angkuh dengan beristrikan senjata senjata mereka, menarik pelatuk dan mengarahkannya pada setiap pribumi yang melawan. Tak ada belas kasih mereka, kesilauan akan dendam dan harta negeri ini telah membuat mereka ditunggangi nafsu.
Burung burung besi merajai langit Surabaya, meratakan apa saja yang mereka lintasi, kapal kapal pun demikian. Juga tank tank tak ragu melindas semua yang ada. Bidasan bidasan yang begitu dahsyat menumbuhkan keyakinan bahkan kepastian di mata pemimpin sekutu, Mayor Jenderal Robert Mansergh, bahwa hanya butuh dua atau tiga hari, untuk  menguasai Surabaya.
            Seorang pria berfisik ceking namun gagah melantangkan suaranya dengan teriakan. Sorot matanya yang tajam bagai memberikan energi lebih bagi mereka yang mendengarkan. Suaranya menggelegar bagai petir, menyambar siapa saja dengan api patriot. “Selama benteng benteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah dan putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga!” Teriak pria bernama Sutomo, atau yang lebih dikenal dengan nama Bung Tomo itu
Teriakan teriakan ‘Allahuakbar’. dan ‘MERDEKA’ bergaung bergema. Gelombang ribuan Arek Arek Suroboyo menghantam deras para pasukan sekutu, tak ada lagi ketakutan akan kematian di hati mereka. Bung Tomo, tentara rakyat, para santri dan kiyai hingga masyarakat menyerbu dengan senjata seadanya. Semangat dan airmata pengharapan terhampar dalam wajah mereka, sebuah pemandangan elegi di Surabaya.
Pertempuran melelahkan itu berlangsung berhari hari hingga hampir satu bulan lamanya, merusak segala keyakinan pemimpin sekutu. Ribuan manusia Indonesia terus melawan, meski tak sebanding.
Surabaya menjadi lautan darah, Surabaya menjadi lautan airmata, Surabaya menjadi lautan mayat.
            Sampai pada akhirnya, Surabaya yang mereka perjuangkan tak dapat terbela lagi. Sekutu menjadi pasak kunci di Surabaya. Gelombang perlawanan Arek Arek Suroboyo hilang, teriakan teriakan semangat membisu, mereka mati di ribaan pertiwi. Tetesan darah para pahlawan terhimpitkan sukacita para sekutu. Surabaya tercinta, Surabaya yang jatuh pada sekutu..........................

Selamat Hari Pahlawan. Kenanglah mereka, cintai mereka, hargai mereka.


-Soni Indrayana-


| Free Bussines? |

2

2 komentar:

  • Ira Puspitasari Hanafi on 10 November 2013 pukul 07.35

    teruskan perjuangan mereka, jadilah generasi pelurus di negeri pertiwi.

  • Posting Komentar

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
    "Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

    Label

    Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

    Followers

    About Me

    Foto Saya
    Soni Indrayana
    Lihat profil lengkapku

    Total Pageviews

    Entri Populer

    Selamat Datang Di SONI BLOG

    Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

    Sekilas tentang penulis

    Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

    Social Stuff

    • RSS
    • Twitter
    • Facebook
    • HOME
    SONI