contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Senin, 13 Januari 2014


            “Jaga saudara dari Makkah mu ini baik-baik. Jangan sampai terjadi apa apa dengannya” Teringat akan pesan sang ibu, Syaimah tak sekalipun lengah dalam menjaga Saudara Makkahnya. Saudara sepersusuan yang datang dari Makkah saat adiknya, Abdullah, masih bayi, empat tahun lalu. Saudara sepersusuan yang sangat ia cintai layaknya cinta kepada adiknya sendiri.
            Mereka bertiga, Syaimah, Abdullah dan Saudara dari Makkah pagi itu sedang menggembalakan domba-domba milik orangtua mereka sembari menikmati pagi yang cerah dan menyejukkan. Mereka bertiga sangat akur, saling bercanda satu sama lain dan saling mencintai. Meskipun suatu waktu Saudara dari Makkah itu pernah menggigit tangan Syaimah hingga meninggalkan bekas gigitan, sama sekali tidak membuat cinta diantara mereka tergerus.

            Domba-domba dengan “riangnya” merumput pada hamparan kehijauan, menikmati rezeki-rezeki yang teramat banyak dari Sang Pencipta. Tapi Syaimah tetap tak pernah lengah mengawasi Saudara dari Makkahnya, ia perhatikan terus saudara sepersusuannya itu. Pesan Ibunya agar Sang Saudara Makkah dijaga dari lelah dan luka telah membuat hatinya bersumpah setia.
            Satu hal yang menarik bagi Syaimah dari Saudara Makkahnya itu adalah kelakukannya yang lebih suka merenung memerhatikan alam dengan penuh rasa kagum dan ingin tahu. Seakan-akan bertanya tentang siapa pencipta dari segala karya agung ini. Langit-langit yang terlihat biru cemerlang, bola cahaya yang bersinar terang di langit, awan-awan putih yang beterbangan, hewan-hewan yang bermacam rupa bentuknya, tumbuhan yang menghijau memukau dan tentu, dirinya sendiri. Syaimah hanya bisa menebak-nebak isi pikiran saudaranya itu.
            Mereka bertiga bermain penuh kebersamaan yang membahagiakan, hingga matahari terus meninggi dan menerik. Syaimah merasa khawatir Saudara dari Makkahnya itu akan merasa kepanasan, ia lantas segera ingin memberikan keteduhan. Namun saat itu pula ia mendapati sebuah kejadian aneh yang membuatnya takjub. Sebuah awan putih menghalangi panasnya matahari ke arah saudara Makkahnya itu. Syaimah seakan tak percaya atas apa yang ia lihat. Ia perhatikan saudaranya, lalu mendongak ke atas, memerhatikan lagi saudaranya, lalu mendongak lagi ke atas, dan barulah ia yakin bahwa awan itu terkhusus melindungi saudara sepersusuannya itu. Sampai mereka tiba di rumah, awan itu juga terus melindungi. Kejadian ini membuat Syaimah tak sabar untuk bercerita pada Halimah, ibunya.
            Awalnya Syaimah khawatir ibunya tak percaya dengan cerita ini, namun tak lama berselang kekhawatiran itu lenyap bagai kemarau panjang yang tersapu hujan. Ibunya membenarkan.
“Syaimah, apa yang engkau ceritakan sungguh tidak membuat ibu terkejut. Saudara dari Makkahmu itu memang anak yang diberkahi Tuhan.” Memori Halimah flashback pada kejadian empat tahun lalu, tatkala ia mencari seorang anak untuk disusui di Makkah. Ketika perjalanan beratnya ke Makkah terhapus begitu saja oleh keajaiban-keajaiban. Mulai dari air susunya yang tiba-tiba saja melimpah, unta betina kurus yang seketika punya banyak susu, keledai lemah yang berubah menjadi kuat sampai turunnya hujan saat kemarau panjang tak pernah pergi dari daerah tempat Halimah tinggal. Halimah menceritakan kejadian yang tidak diketahui siapapun ini pada Syaimah, berharap dengan cerita ini Syaimah paham.
            “Syaimah, Abdullah. Waktu kalian tidak lama lagi. Saudara Makkah kalian harus segera kembali kepada ibu kandungnya.”
            “Ibu?.......” Mata Syaimah berkaca-kaca. Tak percaya dan tak ingin berpisah.
            “Syaimah, dia punya seorang ibu yang paling berhak akan dirinya daripada aku” Halimah mencoba memberi pengertian, walau ia tahu perpisahan ini adalah hal paling menyedihkan bagi kedua anaknya.
            Syaimah seakan tak bertenaga lagi. Air matanya mengalir. Saudara Makkah yang sangat ia cintai harus dipisahkan darinya. Ia tahu bahwa ini adalah hal yang tidak dapat ditolak, namun tetap saja menelangsakan hati. Sangat sangat menelangsakan....

-------

            Seorang wanita tua dari pihak pasukan Hawaz yang menjadi tawanan pasukan Islam hendak menemui pemimpin pasukan Islam, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang sedang duduk di perkemahan pasukan, walau ia dapatkan kesempatan ini dengan cara yang penuh perjuangan.
Melihat sesosok lelaki istimewa di hadapannya, wanita tua itu langsung berkata-kata tanpa menunggu lagi, “Wahai Muhammad..” Suaranya serak oleh tangis yang mendesak untuk keluar, “Ingatkan engkau pada aku, saudaramu?”
Saudara? Orang yang mendengar kata-kata itu pastilah akan menasbihkan wanita ini sebagai pendusta, karena Sang Panglima pasukan Muslim itu tidak punya saudara kandung.
            Rasulullah menatap wanita itu dengan dalam dan penuh penghayatan. “Aku adalah Syaimah. Saudara perempuanmu. Dan engkau adalah Muhammad, anak dari Makkah yang pernah tinggal bersamaku, ayahku Harits, ibuku Halimah dan adikku, Abdullah”
Wanita tua itu lalu menyingkap lengan bajunya dan menyorongkan tangannya yang terdapat bekas luka gigitan yang sudah memudar. “Ingatkan engkau dengan luka ini? Ini adalah bekas gigitanmu saat aku menggendongmu di Bukit Sarar. Dulu kita sama-sama menggembala domba, bermain bersama-sama dengan adikku juga. Berlari dengan langkah-langkah kecil kita sambil menikmati hari-hari indah kita dahulu.” Air mata wanita tua itu tak berhenti mengalir. Saudara sepersusuan yang telah lama berpisah dan sangat dirindu kini telah hadir di hadapannya.
            Rasulullah terpaku. Terdiam dan hening, sedangkan matanya sudah berair. Tak lama, tangis Rasulullah pun pecah. Ia tak kuasa menahan air matanya. Teringat olehnya kenangan-kenangan indah dahulu bersama Syaimah dan Abdullah serta kebaikan kedua orangtua mereka, Harits dan Halimah. Segera saja Rasulullah mengambil tikar terbaik yang ia miliki, membentangkannya langsung dengan tangannya sendiri, lalu mempersilahkan Syaimah duduk bersamanya.
Cerita-cerita indah mengalir diantara mereka. Sesosok gadis yang dulu yang ditemui Rasulullah sebagai anak perempuan yang ceria dan lincah, kini sudah menua dan memutih rambutnya, walau semangat tidak sedikitpun tergerus.
            “Syaimah” Setelah lama bercerita, Rasulullah menyampaikan sesuatu. “Jika engkau bersedia, maka tinggalah bersamaku. Engkau akan mendapatkan rasa kasih sayang dan penghormatan. Kalau engkau tidak mau, maka aku akan mengembalikanmu kepada kerabatmu”
            “Muhammad saudaraku, sungguh engkau begitu murah hati. Namun aku punya suami dan anak yang membutuhkanku” Syaimah menolak tawaran Rasulullah dengan halus.
            Rasulullah menerima keputusan Syaimah, ia memberikan Syaimah hadiah dan tiga orang pelayan. Ia paham, bahwasanya keluarga adalah harta yang hakiki. Apalah di dunia ini yang dapat menggantikan keluarga?  Tak terbilang besarnya kebahagiaan saat bersama keluarga.
            Kenangan indah di masa lalu........ Indah dikenang dengan hati yang tenang

اللهم صل على محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين 
 
-Soni Indrayana-


Referensi : Buku Muhammad: Para Pengeja Hujan, oleh Tasaro GK



| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI