Barangkali sebuah perjuangan tidak
melulu dilihat dari hasil yang dicapai, mungkin kenikmatan-kenikmatan yang
kelak akan dirasakan itu jauh lebih penting. Ya, mungkin begitulah kata-kata yang
pas untuk menggambarkan sosok salah seorang tokoh di Indonesia bernama Prabowo
Subianto Djojohadikusumo. Tokoh yang bagi sebagian masyarakat, telah gagal
dalam mencapai tujuannya memimpin negeri ini. Ia kalah dan suara dari pendukungnya,
mungkin, tidak lebih banyak dari pemenang pemilu 2014.
Jika beberapa tahun lalu ditanyakan
kepada masyarakat tentang siapa orang bernama Prabowo Subianto, saya yakin dan
percaya bahwa sebahagian besar dari mereka akan mengatakan bahwa Prabowo adalah
seorang pembunuh, pelanggar HAM, penculik, pengecut, pecundang, pengkhianat dan
segala macam stigma yang bernilai negatif lainnya. Seolah-olah, ketika jenderal
bintang tiga termuda dan terfenomenal ini hendak maju dalam pertarungan menuju
kursi RI-1, hanya akan menimbulkan persepsi miring bahwa hal itu akan sia-sia
karena rakyat membencinya. Belum lagi ketika fakta menunjukkan ia akan
menghadapi tokoh yang tengah naik daun di media massa, peluangnya seperti akan
segera tertutup.

Penilaian publik langsung berputar
180 derajat. Dari yang semulanya dipersepsikan dengan segala hal yang bersifat
negatif, kini menjadi idola dan pujaan baru di kalangan masyarakat. Dimana-mana
nama Prabowo dan Hatta dielu-elukan dan disanjung. Fotonya laris manis di
kalangan masyarakat. Para musisi dan seniman berkarya untuk menyanjung
sekaligus memberikan dukungan kepadanya. Elektabilitas yang semula tertinggal
jauh dari sang pesaing meningkat drastis dan membuat banyak orang yakin bahwa
Prabowo-Hatta akan memenangkan pertarungan pemilu 2014 ini.
Tapi apa dapat dikata, sebagian
besar rakyat dalam hitungan quick count dan
real count menunjukkan bahwa pasangan
Prabowo Hatta kalah dari pasangan Joko-JK yang akhirnya dilantik pada 20
Oktober lalu. Harapan pendukung Prabowo pupus, dan harus dikubur dalam-dalam.
Prabowo telah gagal menjadi pemimpin RI, dan (mungkin) telah gagal pula dalam
memenangkan hati sebagian besar pemilih untuk memilihnya.

Di tengah label-label negatif yang
tiada henti pasca 1998, rakyat sepertinya mulai melihat siapa sosok Prabowo
sebenarnya. Melihat sorot mata, ucapan, gesture dan senyumannya barangkali
mampu menyadarkan dan membangunkan masyarakat dari tidur panjang di atas kasur
stigma negatif.
Kini Indonesia telah memiliki
pemimpin baru dalam sosok Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla. Tapi dunia yang
bulat selalu berotasi tiada henti, waktu-Nya selalu berjalan maju meski segala
sesuatu yang ada dibelakang tidak mungkin hilang begitu saja. Gaya baru yang
katanya fleksibel penuh kesederhanaan barangkali dapat memikat hati banyak
orang, tapi patut dipahami bahwa seorang “pelayan” tidak dinilai dari bagaimana
penampilan dan gayanya, melainkan dari apa yang mampu ia berikan kepada yang
dilayaninya
Prabowo memang kalah dalam
pertarungan menuju kursi RI-1, tapi faktanya ia tetap menjadi pemenang, karena
telah memenangkan hati begitu banyak masyarakat, mulai dari anak kecil hingga
orang-orang tua sekalipun. Cita-citanya yang luhur untuk Indonesia tiada mampu
dibantah oleh seorangpun. Apapun yang dikatakan orang, Prabowo Subianto
Djojohadikusumo tetap seorang prajurit yang pernah bergulat dengan maut demi
Indonesia, ia tetap seorang penderma yang pernah menyumbangkan banyak hartanya
demi saudara sebangsa dan setanah airnya, ia tetap seorang tokoh yang akan
selalu dikagumi, ia tetap seorang manusia yang bercita-cita luhur bagi
Indonesia, ia tetap akan tercatat dalam sejarah sebagai seorang yang pernah
berjasa bagi Ibu Pertiwi, meskipun semua itu tidak membuatnya menjadi “terkenal”.
-Soni Indrayana-
*foto dari akun Facebook Prabowo Subianto