contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Kamis, 11 September 2014
Sambungan dari DEMI AKAL .. (bagian terakhir)....................................

              Siang itu, tak seperti biasanya, kali ini Alcinous berjalan sangat terburu-buru menyusuri jalan menuju rumahnya. Ia berlari dengan cepat tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya. Sesekali ia hampir menabrak pejalan kaki lain, tapi ia terus saja berlari.
            Saat tiba di depan rumah ia langsung membuka pintu rumah dengan keras, Fortuna terkejut dan sedikit berteriak. “Ada apa Alcinous?” Fortuna heran melihat putranya yang berdiri diam dengan nafas tersengal. Alcinous melihat seorang lelaki tua berjas hitam yang duduk berhadapan dengan ibunya. Raut wajah Alcinous langsung dihujam rasa takut yang luar biasa. “Ibu, kita harus segera pergi. Aku sekarang buronan polisi. Ada seseorang yang merecoki pabrik tempatku bekerja dan membuat laporan palsu ke kepolisian. Kini kami semua terus dikejar. Bu, ayo kita pergi atau kita akan dipenjara”  

            Ucapan Alcinous membuat Fortuna mengerinyitkan dahinya. “Kau kenapa Alcinous?”
“Sudahlah bu, ayo kita pergi. Aku tidak mau dipenjara!” Alcinous berteriak seperti orang yang ketakutan. Lelaki tua yang sedari tadi duduk di hadapan ibunya berjalan ke arahnya dan membuatnya ketakutan dengan sedikit rasa marah. “Kau! kau pasti anggota kepolisian yang mau menangkapku” Alcinous menunjuk ke arah Si Lelaki Tua itu dengan ujung jari yang mengigil.
“Bukan, bukan. Kau ada masalah? Mungkin aku bisa membantumu” Dengan lembut lelaki tua itu berusaha berbicara pada Alcinous
“Tidak! Menjauhlah dariku.” Alcinous mengencangkan otot tubuhnya seperti hendak menyerang lelaki tua tadi. “Bu ayolah!” Ia terus mendesak Fortuna yang seperti tidak menanggapi kejadian itu dengan serius. Melihat ibunya sama sekali tidak merespon, Alcinous langsung mengambil langkah seribu meninggalkan rumah. Berlari dengan penuh rasa takut tanpa arah tujuan.
            Tenaganya hampir habis, sesekali ia melihat ke belakang. Khawatir kalau lelaki tua tadi mengejarnya. Alcinous berhenti di dekat sebuah pasar. Ia duduk di atas anak tangga yang menghubungkan pasar dengan jalan, mencoba mengistirahatkan badan sekaligus mencoba membuat tenaganya kembali terisi. Nafasnya memburu dan rasa takut terus mencekam di jiwanya.
            “Nak” Tangan pria tua tadi sudah memegang bahu Alcinous yang langsung melompat dan menjauh. Tapi beberapa orang lelaki lain telah memegangi badannya. Ia berusaha berontak dan melawan, tapi sebuah jarum kecil yang menusuk lengannya membuat kesadarannya menghilang. Ia pun dibawa oleh para lelaki tadi.
-------
            Alcinous perlahan-lahan bangun dari ketidaksadarannya. Ia membuka matanya dan mencoba mencari keseimbangan dan fokus penglihatan. Ia mendapati dirinya duduk di atas sebuah kursi kayu. Kedua tangannya diborgol dan tubuhnya diikat. Pria tua yang tadi menangkapnya sudah duduk pula di hadapannya.
“Bagaimana nak? Sudah sedikit merasa tenang?” Pria tua itu berbicara padanya dengan suara yang lembut dan bersahabat.
“Siapa kau? Apa maumu?” Alcinous masih merasakan amarah dalam tubuhnya. Ia mencoba untuk melawan dan bangkit, tapi ikatan di tubuhnya terlalu keras untuk ia lawan.
            Ia memerhatikan keadaan sekitar. Ia berada di sebuah ruangan yang sebenarnya tidaklah mengerikan. Hampir sekliling ruangan ini dipenuhi rak buku dari kayu jati. Ada sebuah meja dan kursi kerja yang membelakangi sebuah jendela besar. Dan ada pula beberapa karya seni di sebuah meja dan kertas seperti piagam di dinding ruangan. Alcinous tidak bias memastikan di ruangan apa ia berada.
            “Alcinous? Ya, itu namamu kan?” Pria tua tadi mendekatkan pandangannya. “Jangan takut padaku. Aku akan membantumu” Ia berusaha meyakinkan Alcinous bahwa ia bukanlah pihak kepolisian seperti yang dikatakannya.
            Alcinous tidak menggubris, kondisinya kini lebih tenang. Ia melihat ke arah pintu yang terbuka di belakang si pria tua. Ia melihat Cyrus yang sedang berdiri sambil berpangku tangan menatapnya dengan tatapan kosong. “Kau!” Alcinous kembali berteriak keras dan amarahnya meledak “Ternyata kau yang melakukan semua ini. Membuat tipu daya agar aku mengalami semua ini. Ku kira kau sudah menjadi sahabatku!” Alcinous terus mengata-ngatai Cyrus.
 “Keparat!” Alcinous mendamprat Cyrus yang terus saja diam.
Pria tua tadi melihat ke belakang kemudian kembali menatap Alcinous dengan tajam. “Alcinous! Dengan siapa kau berbicara?”
            Fortuna dengan tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan. “Alcinous, anakku. Sudahlah. Hentikan semua ini.”
“Ibu? Kau juga terlibat dengan semua ini?” Alcinous merendahkan suaranya tapi hatinya semakin panas.
            “Alcinous!” pria tua tadi tersenyum dan mulai sedikit tertawa. “Nak, kau sedang berhalusinasi. Cyrus yang selama ini kau anggap teman itu tidak pernah ada. Ia hanya bagian dari delusimu. Dan ibumu...........
            “Apa-apaan kau. Tidakkah kau melihat orang di belakangmu itu!” Alcinous memotong omongan pria tua itu dan semakin marah karena merasa dipermainkan.
“Sayang, ibu sudah melihatmu berkali-kali. Kau sama sekali tidak punya teman bernama Cyrus.” Fortuna ikut meyakinkan Alcinous
“Aku setiap hari bekerja dengan ayahnya!”
“Bekerja? Teman-temanmu menyaksikan kau hanya bermain sendirian di rumah kosong itu. Dan tak rumah itu tak pernah lagi dihuni oleh siapapun” Suara Fortuna mulai parau, matanya memerah, ia ingin menangis.
            “Alcinous! Jangan dengarkan apapun. Kau sedang berhalusinasi dengan bercerita tentang ibumu. Kau tinggal sendirian.” Cyrus turut serta mempengaruhi pikiran Alcinous. Semuanya semakin kacau.
“Alcinous dengarkan ibumu ini. Kau sejak kecil selalu bersamaku”
“Alcinous! Akulah sahabatmu dan aku yang selalu bersamamu. Hentikan halusinasimu.”
“Alcinous, Cyrus tidak pernah ada” Fortuna meyakinkan Alconous
“Alcinous, Ibumu tidak pernah ada. Ia sudah meninggalkanmu sejak lama” Begitupula Cyrus, melakukan hal yang sama
            Pikiran Alcinous semakin kacau, ia berteriak dan  menangis.

            Pria tua tadi memegang bahu Alcinous dan memeluknya dengan hangat. “Tenanglah. Semuanya akan baik-baik saja. Aku akan membantumu” Sebuah jarum menusuk lengan Alcinous, ia kembali diam dan tenang. Sejenak beristirahat dari jiwanya yang menggugah . . . . . . . . . . . 




| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI