contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Minggu, 23 November 2014

               Pernahkah manusia saling mengenal secara utuh perasaan-perasaan yang ada dalam dirinya dan mengendalikan itu semua? Jika bulir-bulir air mata menetes laksana mutiara di lautan luas, akankah kesedihan itu tetap abadi dan menetap dalam kalbu yang telah sembilu? Aku tahu bahwa tak satupun yang dapat hidup selamanya, tapi bukankah aku tak ingin engkau tinggalkan?
            Aku menatap langit yang tinggi itu dengan pandangan hampa. Seolah-olah warna di bawah naungannya telah menghilang dan memudar menjadi putih dan abu-abu yang sendu. Tak peduli seberapa banyak air mata yang kukeluarkan, tetap saja langit itu tiada menjadi arti apapun.
            Ku saksikan gugusan bintang-bintang menebar di atas sana, akankah ada distorsi bagi perasaan-perasaanku ini? Hendak kusentuh satu-satu bintang namun apadaya tanganku tak sampai untuk menggapainya. Disanakah engkau? Kenapa Tuhan menciptakannya begitu tinggi hingga kedua tanganku tak mampu menyentuhnya walau ragaku ingin bertemu denganmu, sesaat saja.

            Kota ini seperti telah mati. Tempat dari hitam yang bernaung, seakan ingin mendominasi putih. Warna-warni telah enyah dan barangkali tak akan kembali. Tinggalah hitam, tinggalah putih yang bersemayam dalam kehampaan. Rinai hujan yang kelam membasahinya yang lara dan pilu, yang menunggu sang surya ‘tuk berikan warnanya.
            Engkau, yang mungkin kini berbahagia di sana, bolehkah aku menangisimu? Dalam nelangsa yang mendalam, kusimpan harapan agar Tuhan persatukan kita. Entah kapan dan bilamana biarkan saja Ia yang mengatur. Aku hanya akan membiarkan mataku meneteskan sesuatu yang disebut air mata dan membiarkan tubuhku diterpa laju sang angin.

-------

            “Matahari akan terbit. . . . .” Seberkas suara yang lembut mengisi pendengaranku dan aku mencoba untuk tidak mengacuhkannya, tapi itu lah sebuah kata indah yang kunantikan perwujudannya. Di ujung timur sana, mentari mulai bersinar. Warna kelabu yang menyelimuti mulai beranjak pergi, sang surya menampakkah kegagahan sinarnya dan riuh kota kembali bergema.
            Andai saja ini kusaksikan bersamamu, bukankah jadi karunia besar untukku? Tapi, biarlah. Tuhan telah memberakahiku berupa pertemuan denganmu. Aku dan semuanya akan pergi juga, menuju langit sana. Suatu hari nanti.
            Jika malam akan berganti dengan cerahnya pagi, maka perasaanpun begitu pula. Ia akan berganti. Nelangsa-nelangsa itu hanya hujan sesaat, aku tahu bahwa Ia tak akan pernah biarkan kita menangis sendiri. Cinta-Nya yang kudus adalah harapan terbesar, dan dengan itulah segalanya indah.



| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI