contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Sabtu, 21 Februari 2015
Aku duduk bersantai di beranda istana memandangi indahnya alam yang membentang luas. Kakiku kumain-mainkan di atas pagar beranda dan kurasakan mandi hangat cahaya mentari sore. Di bawah, beberapa anak kecil asyik bermain-main di luar pekarangan istana. Aku tersenyum bahagia melihatnya.
Tidak berapa lama kemudian, dari arah tempat anak-anak itu bermain terdengar suara tangisan, seorang anak menangis karena lututnya berdarah. Aku langsung berdiri hendak melihat secara langsung dan barangkali bisa memberi pertolongan jika ada yang bisa aku lakukan di sana. Aku melangkah menuju pintu beranda yang terhubung dengan kamarku yang mewah.
Kakiku hanya berjarak beberapa langkah dari pintu saat aku melihat lagi ke bawah. Anak yang tadi menangis kini sedang dipapah oleh dua orang temannya. Ia dibawa duduk di bawah pohon mangga yang ku tanam di halaman istana beberapa tahun silam.

Tangis anak itu mulai reda. Teman-temannya mampu memberikan ketenangan dan memberikan pertolongan kecil, pasti sangat berarti, kepada anak itu. Aku menghentikan langkah, berbalik arah ke pagar beranda. Ku pandangi pemandangan kebersamaan yang indah itu, tersenyum dan tak sadar tawa kecilku lepas.
“Tuan putri, ini minuman yang anda pesan tadi.”
Pendampingku yang setia itu datang membawa segelas minuman yang tadi ku pesan. Aku mengambil minuman itu dan meletakkannya di atas meja. Setelah aku mengucapkan terimakasih, pelayan itu pergi.
Dia, adalah pelayan yang setia mendampingiku dari kecil. Ia yang mengurus segala perlengkapan yang aku butuhkan. Bagiku, selain setia dia juga sangat bijak. Ia pula yang secara tak langsung menjadi guru kehidupan, meski orangtuaku telah mencari para pembesar-pembesar ilmu ulung di negeri ini.
Sebagai anak seorang raja, sudah sewajarnya hidupku penuh kemewahan dan kemegahan. Kemana-mana akan ada dua orang yang setia mengikuti di belakang sambil bersiaga dengan pedang mereka sebagai antisipasi kalau-kalau ada yang ingin mencelakakanku. Apapun yang kuinginkan, dapat kubeli dan kudapatkan.
Hidup serba berkecukupan itu pula yang membuatku berbeda dari anak-anak lainnya. Aku adalah seorang putri kerajaan, semestinya aku tidak boleh bermain dengan anak-anak biasa. Aku tidak boleh sembarangan bersentuhan dengan anak-anak yang berada di luar lingkungan kerajaan. Mereka, juga orang-orang dewasa, mesti memberi hormat saat berhadapan denganku. Bahkan anak-anak itu tidak boleh memanggil namaku tanpa kata Putri di depannya. Menyebut nama seorang putri kerajaan jelas adalah pelanggaran berat yang akan diberi hukuman berat pula. Jadilah mereka memanggilku Tuan Putri, Yang Mulia, dan segala macam sebutan agung lainnya.
Awalnya aku merasa senang dengan status itu, sampai suatu ketika aku tersesat bersama Si Pelayan setia itu. Kami tersesat boleh dibilang adalah akibat kesalahanku yang memaksanya untuk menemaniku ke tengah hutan mencari anak harimau.
Di sana, kami berjalan dengan penuh kebingungan. Kami tersesat sangat jauh ke pedalaman hutan dan aku berpikir tidak ada manusia yang hidup di tempat sangat terpencil ini. Perkiraanku langsung terbantahkan saat kami melihat sebuah perkampungan di tengah hutan. Aku terkejut bukan main. Tapi kegembiraanku juga tumpah karena mereka akan dapat memberi pertolongan. Aku seorang putri kerajaan, mereka wajib menolongku dan aku bisa mendapatkan apapun yang aku perlukan untuk pulang.
“Mintalah bantuan kepada mereka. Kau bisa beli apa saja yang aku butuhkan dengan segala yang kumiliki,” kataku kepada Si Pelayan.
Si Pelayan agak sedikit bingung dengan permintaanku. Tapi ia segera mengangguk setuju. “Baik Putri.”
Si Pelayan langsung bergegas menuju perkampungan itu sedang aku menunggu dari jauh saja. Si Pelayan berbicara dengan beberapa orang di sana. Wajah mereka tampak serius dan beberapa dari mereka melirik sinis ke arahku. ‘Sepertinya mereka belum tahu siapa aku,’ gumamku.
Si Pelayan selesai berbicara dan segera menghampiriku. “Tuan Putri, bisakah engkau menanggalkan jubahmu itu?” pintanya kepadaku.
“Loh, untuk apa?” Aku heran dengan permintaannya.
“Begini tuan Putri, ku rasa kita butuh jubah itu. Mereka bisa memberikanmu apa yang kau butuhkan,” ucapnya meyakinkanku.
“”Hmm baiklah. Ambil ini.” Aku  melepaskan jubah kerajaanku dan memberikannya kepada Si Pelayan. Ia melipat jubah itu dan melangkah dengan cepat menuju perkempungan.
Tampak olehku dia berbincang-bincang lagi dengan orang-orang tadi dan senyuman terlukis di setiap wajah mereka. Tak sabar rasanya untuk segera keluar dari tempat ini. Dan tiba saat Si Pelayan menghampiriku, permintaanku pastilah terkabul.
“Tuan Putri. Mari ikut saya,” ajaknya. Aku menurutinya dan setibanya di sana, beberapa orangtua di pedalaman hutan itu menyambutku dengan hangat.
“Selamat datang Yang Mulia, Putri Abigail. Semoga pertolongan kecil ini bisa memberikan kebaikan,” ucap salah seorang dari mereka yang dari penampilannya seperti tokoh atau orang bijak di perkampungan itu
Aku mengangguk saja. Kemudian mereka mempersilahkan untuk melihat-lihat kampung mereka. Sementara beberapa orang memandu Si Pelayan untuk keluar dari hutan. Awalnya aku ingin ikut, tapi alasan berbahaya membuat mereka menyuruhku untuk tetap di perkampungan sampai mereka kembali dengan kereta dari istana.
“Mau main?” kata seorang anak kecil kepadaku.
Aku menatapnya. Awalnya aku merasa enggan untuk menerima ajakannya, namun daripada harus menunggu dengan penuh kebosanan aku akhirnya menerima.
“Baiklah. Kita main apa?” tanyaku kepadanya.
“Banyak kok yang bisa kita mainkan. Ayok ikut!”
Akhirnya aku bermain bersama anak-anak hutan itu. Permainan yang kukira, sedikit kotor karena harus bermain dengan tanah ini sebenarnya sangat mengasyikkan. Aku bisa tertawa bersama mereka dan saling bekerja sama. Untuk pertamakalinya dalam 9 tahun usia kehidupanku, aku bermain dengan anak-anak biasa.
“Ah!” aku menjerit. Ketika sedang bermain aku terjatuh karena tersandung dan lututku pun berdarah. Tanpa kuduga, mereka langsung memapah dan membawaku ke dalam rumah. Lukaku dibersihkan dan diobati. Rasanya seperti, entahlah! Sulit diungkapkan.
Orang-orang tua di sini juga melayaniku dengan baik. Biasanya orang-orang dewasa yang bertemu denganku akan takut untuk berdekatan, apalagi berbicara. Tapi di sini seorang ibu menjalin rambut panjangku dengan indahnya dan aku juga dihidangkan makanan yang sangat lezat. Aku bahkan sempat tertidur di rumah kayu mereka yang sederhana namun sangat nyaman.
Meskipun ini pertamakalinya bertemu dengan mereka, tapi aku sudah merasa nyaman. Mereka juga menyebut namaku, Abigail. Dipanggil dengan nama oleh orang-orang, sebenarnya menjadi sesuatu yang aku inginkan. Menurutku, namaku adalah nama yang sangat indah, dan pasti ada harapan di dalamnya, sayang sekali kalau orang-orang tidak menyebut namaku.
Saat petang hari tiba, Si Pelayan sudah kembali dengan membawa beberapa orang pegawai istana berikut para pengawal. Ini waktunya pulang, dan berpamitan pada mereka semua.
Anak-anak yang tadi asyik bermain denganku, kini malah menjadi takut untuk mendekat. Saat aku mengulurukan jabat tangan perpisahan, mereka semua berlindung di balik punggung orang-orang dewasa yang juga merendahkan pandangan. Melihatku dengan tatapan yang sangat tunduk penuh rasa takut. Aku heran. Padahal tadi rasanya tidak ada suatu batasanpun dalam relasi kami.

Di perjalanan pulang
“Bagaimana Tuan Putri? Maaf kalau sedikit lama,” kata Si Pelayan di dalam kereta.
“Sebenarnya sangat menyenangkan!” aku menjawab bergairah.
“Syukurlah.”
“Tapi aku sedih, mereka tiba-tiba menjadi takut denganku. Apa kau mengancam mereka sebelumnya?”
“Oh tentu tidak tuan putri. Bahkan aku meminta mereka memberikanmu apa yang kau butuhkan.” Si Pelayan menatapku dengan senyumannya yang selalu terlihat tulus.
“Bantuan?”
“Bukan, Tuan Putri.”
“Lalu?”
“Kebersamaan. Maka dari itulah aku memintamu melepas jubah.”
Percakapan kami berakhir sampai di sana. Kereta terus melaju dan kami pulang ke istana. Aku sudah paham apa yang dimaksud Si Pelayan. Dia memang benar-benar pelayan sekaligus guru yang baik.




| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI