contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Sabtu, 03 Mei 2014

            Ketenangan, mungkin itulah salah satu dari sedikit penghibur diriku saat ini. Secara egois aku hanya berteman dengan udara dingin yang sejuk, yang menerpa dan mengibas-ngibaskan pakaianku. Di atas gondola, aku melamun, seolah tak peduli pada keindahan la città sull'acqua ini.
            Masih terngiang di telingaku alunan musik klasik orkestra pengiring opera Turandot di Teatro Regio di Torino beberapa waktu lalu. Kemegahan bangunan, gerakan-gerakan menawan hati dari para pemain, dan alur opera. Semua itu semakin sempurna oleh suara tenor Roberto Aronica yang seakan mengangkatku untuk kemudian berdiri dan memberikan tepuk tangan penuh pengaguman. Sungguh, keindahan malam itu tidak mampu kulantunkan dengan suara dan tak mampu kugores dengan tulisan.
            Namun, semua itu memiliki kecacatan yang melukai hingga dalam dan memerih, ketika tangan selembut saljumu ada dalam genggamannya. Dalam keadaan yang dipuaskan oleh opera itu kau berjalan bersamanya, tanganmu kau selipkan diantara tangannya dengan erat dan intim. Berjalan dengan anggun, wajahmu yang cerah—mungkin karena bersamanya—itu senada dengan gaun merahmu yang berkibar angkuh, dan jas hitam mahal yang dikenakan olehnya, melengkapi keintiman, seolah kalian berdualah Turandot dan Calàf. Aku berusaha untuk tidak melihat ataupun melirik, walau aku yakin bahwa aku ingin sekali menatap dan merangkulmu lagi, seperti dahulu.

-------

            Aku duduk sendiri sambil bermenung di atas panchina, memikirkan dan mengingat lagi mimpi-mimpimu yang tak mampu ku berikan itu. Lamunanku buyar tatkala sepasang kekasih melintas di depanku sambil bercakap-cakap, si gadis tampak masih muda, rambutnya kecoklatan berkilau memanjang hingga nyaris menutupi punggungnya, sedangkan si pria terlihat gagah dengan pakaian ala orang Britania berwarna hitam yang membalut tubuhnya. Dari aksen bicara mereka, kemungkinan besar mereka adalah orang Inggris yang ingin memadu cinta di Venesia. Tangan mereka tak renggang sedikitpun, erat akan cinta dan kasih. Cincin di jemari mereka semakin merekatkan, melekuk dan memeluk mereka laksana sepasang merpati di pucuk Basilica San Marco.         
            “Thankyou for this Rose. I love it,” ucap si gadis itu sambil memegang mawar merah, lalu ia menyandarkan kepalanya ke bahu sang pria dengan hangatnya.
            Aku hanya tersenyum kecut menyaksikan itu, berucap dalam hati, “I should have bought you flowers and held your hand.” Mereka pun semakin hilang dalam kejauhan. Ini akhir Februari, musim semi akan segera tiba, bunga-bunga akan merekah dengan permai, walau bagiku hanya musim gugur yang terasa sepanjang tahun.
            Pemain-pemain gitar di Piazza San Marco memainkan lagu-lagu klasik nan romantis, sampai pada sebuah lagu ‘something’ yang merupakan lagu favoritmu, lagu yang dulu selalu aku nyanyikan di sisimu, walau suaraku tidaklah seindah yang kau inginkan. Aku teringat dahulu, saat-saat kita berdua layaknya mereka. Berbagi kasih dalam bahtera asa, di atas rasa saling sayang dan janji untuk selamanya bersama. Tapi ya sudahlah, itu hanya tinggal cerita. Ingin segera kulupakan dan kuhapus dari istana memoriku.
            Aku mengakhiri penyendirianku di atas panchina, menyudikan kakiku untuk melangkah kembali menyusuri serambi dan kembali ke atas gondola. Sambil kuserakkan remahan roti dari saku mantelku untuk para merpati, yang semoga selamanya di sini hingga akhir waktu.

-------

            Gondola yang kutumpangi mulai mengarungi kanal, bersama siulan lagu klasik dari si pengemudi. Aku merebahkan punggung di sandaran yang berwarna merah maron, hingga tiba dibawah Ponte dei Sospiri, aku memejamkan mata. Kembali, teringat akan hal itu bahwa dahulu engkau utarakan keinginanmu mengecupku di sini, di bawah Bridge of Sighs nan melegenda dengan dekorasi senja yang kudus.
            Aku tahu sebentar lagi harapanmu itu akan terwujud, setelah terlebih dahulu kulewati jembatan ini. Bersama dia yang mengikatmu dengan kesucian, yang akan memberikan segenap waktunya padamu, yang akan berdansa bersamamu di ristoranto, yang akan bernyanyi lagu ‘something’ untukmu, yang akan memberimu bunga, yang akan menggenggam erat tanganmu dan tentu yang akan mengecup bibirmu, di sini, di tempat yang seperti mitos para penduduk, akan membuat engkau dan dia selamanya bersama. Per sempre insieme!



| Free Bussines? |

4

4 komentar:

  • KidsCode™ on 4 Mei 2014 pukul 19.32

    Bagus, alurnya udah jelas, cuman kesedihannya menggantung

  • KidsCode™ on 5 Mei 2014 pukul 20.31

    dramatisnya masih kurang, lokasi dicerita awalpun samar, entah itu dikanal torino atau venesia. tapi selebih cukup bagus.

  • Soni Indrayana on 5 Mei 2014 pukul 23.52

    Baiklah . . terimakasih dan silahkan kemukakan ide ide baru

  • Posting Komentar

    Diberdayakan oleh Blogger.
    Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
    "Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

    Label

    Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

    Followers

    About Me

    Foto Saya
    Soni Indrayana
    Lihat profil lengkapku

    Total Pageviews

    Entri Populer

    Selamat Datang Di SONI BLOG

    Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

    Sekilas tentang penulis

    Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

    Social Stuff

    • RSS
    • Twitter
    • Facebook
    • HOME
    SONI