“Wahai Allah,
kumpulkanlah diriku dalam tembolok burung”....................
-------
Peperangan dengan Romawi telah
dimulai, pasukan Islam dengan semangat membara laksana matahari menuju medan
tempur sambil berharap syahid, yang berarti adalah kemuliaan tiada batas dari
Allah, Tuhan Semesta Alam. Mati Syahid adalah impian bagi setiap Muslim, karena
itulah sebaik-baiknya kematian, yang dijamin surga lagi kenikmatan tiada tara.
Para pasukan terus diteriaki agar mereka bersungguh-sungguh dalam peperangan ini.
Teriakan Allahu Akbar menggema dimana-mana, bak memberikan aliran tenaga
tambahan pada pasukan. Apapun nasib yang datang diakhir perang, keduanya adalah
baik bagi mereka yang berjihad. Apabila mereka selamat, maka mereka akan hidup
mulia, namun apabila mati maka surga menjadi balasan. Insya Allah.
Tanah tempat berpijak telah menjadi
lautan mayat dan darah, jasad pasukan Muslim bercampur dengan pasukan Romawi.
Senjata-senjata terserak dimana-mana, ada pedang yang terhunus ke tanah, tombak
yang patah, perisai yang rusak, anak panah yang menancap dan bermacam ragam
lainnya yang kesemua itu telah berbau darah. Abu Qudamah, panglima perang
pasukan Muslim terus menriakkan kata-kata motivasi pada pasukannya.
“Berjihadlah kalian di jalan Allah! Surga telah menanti. Allahu Akbar!”
Seketika teriakan itu disahut oleh anak buahnya, yang sama sekali membuat
gentar pasukan Romawi.
Di tengah pertempuran dan dalam
komandonya pada pasukan, Abu Qudamah menyaksikan seorang anak kecil yang masih
sangat belia dengan semangat gagah berani ikut berjihad bersamanya. Hati Abu
Qudamah tak tega melihat anak dengan usia sebelia itu sudah harus ikut
bertempur, ia lalu menghampiri anak kecil itu dan berusaha mencegahnya.
“Duhai anakku,
kembali dan pulanglah. Akan lebih baik kalau kau tidak berperang sekarang.”
“Hei, bagaimana
mungkin engkau menyuruhku pulang? Padahal Allah Subhanahu Wa Ta’aala telah
berfirman ‘Berangkatlah kamu baik dengan
rasa ringan maupun dengan rasa berat’”* Jawab Si Anak Kecil dengan lantang,
yang seketika mematikan perkataan Abu Qudamah, sehingga ia biarkan anak kecil
itu terus berperang.
Beberapa
saat sebelumnya . . . . .
Seorang wanita dengan tenaga yang
sedikit lemah berjalan gontai menuju Abu Qudamah. Ia menenteng sebuah
bungkusan, lalu menyerahkannya pada Abu Qudamah. Abu Qudamah membuka bungkusan
tersebut, dan membaca secarik kertas yang diberikan Si Wanita. Lalu Wanita
itupun pergi meninggalkannya.
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Dari seorang muslimah hamba Allah kepada
panglima tentara Muslim. Keselamatan dari Allah semoga terlimpah kepadamu.
Ammaa Ba’du.
Sungguh Engkau telah mengajak kami berihad
di jalan Allah sementara aku tak memiliki kekuatan berjihad dan kemampuan untuk
berperang. Di dalam bungkusan ini terdapat jalinan rambutku. Ambilah sebagai
pengikat kudamu. Mudah-mudahan Allah menuliskan untukku pahala.
-------
Setelah Abu Qudamah melepaskan anak
kecil tadi untuk ikut berperang, anak kecil itupun tiba-tiba kembali
menghadapnya dan berkata “Wahai Panglima! Berikan aku tiga buah anak panah”
Abu Qudamah
hanya heran, tanpa basa basi ia berikan tiga buah anak panah, sambil memberikan
sebuah syarat “Akan kuberikan anak panah ini padamu. Tapi aku juga memberimu
syarat, bahwa apabia Allah menghendaki kesyahidan kepadamu, mohon berikan
syafa’at kepadaku”
“Baiklah, Insyaa
Allah” si Anak menjawab dengan mantap, lalu berlari ke arah musuh dan
menerjangnya dengan gelora semangat yang berapi-api.
Mata Abu Qudamah tak berpaling dari
si anak, ia memerhatikan bagaimana satu persatu musuh berjatuhan oleh tangan Si
Anak, hingga tiba dimana hal yang sebenarnya dikhawatirkan Abu Qudamah terjadi,
seorang musuh berhasil menjatuhkan anak kecil itu . . . . .
Abu Qudamah segera berlari menuju
Sang Anak, menghampirinya dan bertanya “Apa yang kau inginkan wahai anakku?
Minuman? Makanan? Atau apa?”
“Tidak, sungguh
aku memuji Allah atas apa yang telah terjadi dalam hidupku. Namun, maukah
engkau penuhi keinginanku ini?” Si Anak dengan keadaan yang semakin lemah
akibat luka parah berbicara dengan suara yang lemah pula pada panglimanya.
“Mintalah
kepadaku apa yang engkau mau, Duhai Anakku!” Abu Qudamah menerima permintaan Si
Anak.
“Sampaikan
salamku untuk ibuku, kemudian serahkanlah barang-barangku kepadanya” Dengan
nafas suci terus tersengal, Si Anak berpesan pada Abu Qudamah.
“Siapa
ibumu Wahai Anak Muda?”
“Ibuku adalah
wanita yang memberimu rambutnya ketika ia tak mampu berperang di jalan Allah” .
. . . . . .
“Yaa Allah!.
Semoga Allah memberkahi kalian sekeluarga” Air Mata Abu Qudamah mengalir, dan
anak itupun akhirnya syahid.
-------
Abu Qudamah kemudian mengubur jasad
anak muda itu, namun kejadian aneh pun terjadi, bumi mengeluarkan jasad anak
itu lagi. Sampai tiga kali Abu Qudamah menguburkannya, dan tiga kali pula bumi
memuntahkannya. “Barangkali ia berperang
tanpa disertai ridha ibunya” Ucap Abu Qudamah kepada dirinya sendiri.
Untuk
menghilangkan tanda tanya dalam hatinya mengenai kejadian barusan, Abu Qudamah
mendirikan sholat dua raka’at seraya berdo’a memohon petunjuk pada Allah.
Setelah itu seseorang berkata kepadanya “Wahai Abu Qudamah, biarkanlah wali
Allah itu.” dan Abu Qudamah mengikuti perkataan orang tersebut, ia yakin bahwa
Allah pasti memberikan kedudukan padanya.
Tak lama setelah
keputusannya, ia melihat seekor burung datang memakan jasad Si Anak. Abu
Qudamah takjub dan ia akan segera melaksanakan wasiat Si Anak.
-------
“Apa yang membawamu kemari duhai
panglima perang umat Islam?” Wanita yang hendak ditemui Abu Qudamah bertanya
padanya dengan wajah yag membuat penasaran.
“Apakah engkau datang untuk berbela sungkawa atau
untuk mengucapkan selamat kepadaku?” Si Wanita melanjutkan pertanyaannya.
“Apa maksudmu?”
Abu Qudamah heran, dipenuhi rasa penasaran yang teramat sangat.
“Jika anakku
meninggal dunia, maka engkau datang untuk berbela sungkawa, tapi kalau anakku
syahid di jalan Allah, maka engkau datang untuk mengucapkan selamat” Si Wanita
menjawab dengan tegas. Abu Qudamah terdiam beberapa saat, nafasnya berat dan
seakan sesak karena hendak menceritakan sesuatu yang takut akan berdampak buruk
pada ibu wanita ini. Setelah mendapatkan momentum yang tepat, ia pun
menceritakan segalanya.
Pasca semua itu terceritakan, Si Ibu
berujar “Sungguh Allah telah mengabulkan do’a anakku”
Abu Qudamah
terheran lagi, “Apa doanya?”
“Sesungguhnya
dia berdo’a kepada Allah dalam sholat-sholatnya dan kesendiriannya, ‘Yaa Allah,
kumpulkanlah aku dalam tembolok burung’” Wanita itu menjawab dengan secercah
senyum yang bahagia.
Setelah pembicaraan itu purna, Abu
Qudamah berpamit pergi dan meninggalkan Si Ibu, dan hatinya berkata “Kini aku
tahu mengapa Allah menetapkan pertolongan pada kami dan mengalahkan musuh-musuh
kami”
*QS At-Taubah ayat 41