Sambungan dari TEMAN UNTUK SANG JIWA ........................
Alcinous duduk
termangu di kelasnya. Ia tidak berusaha untuk fokus memperhatikan materi dari
pengajar karena apa yang sedang diajarkan itu, telah ia mengerti sebelumnya. Ia
duduk sendiri di sudut kanan belakang kelas dengan sebuah kursi dan meja kayu
yang catnya telah terkelupas. Pikirannya melayang-layang dan kebosanan melanda.
Ia mengedarkan pandangannya melihat-lihat dinding kelas yang warna kremnya
sudah pudar dan dikotori berbagai noda. Ia perhatikan satu persatu hiasan kelas
seperti bunga, foto dan beberapa kerajinan tangan, tetap sama membosankannya
dan tidak menarik minat.
Ketika ia mengarahkan pandangannya
ke jendela, ia melihat Cyrus menatapnya dari kejauhan di taman. Sontak ia pun
mulai tersenyum, dan memikirkan berbagai rencana agar ia dapat keluar dari
kelas itu.
“Permisi? Saya
ingin keluar kelas sebentar. Saya harus pergi ke toilet” Alcinous melangkah ke
depan dan berbicara pada pengajarnya. Ia sadar bahwa apa yang ia katakan adalah
kebohongan, sehingga ia pun tak sanggup menatap mata orang yang ia ajak bicara
itu.
“Silahkan”
Tanpa
ia duga sebelumnya, izin dapat diberikan dengan mudah. Dengan langkah sumringah
Alcinous berjalan menelusuri lorong ke arah pintu menuju beranda dan segera
keluar gedung menuju taman, tempat Cyrus berada.
“Kenapa kau tidak berhenti saja?”
Cyrus terlihat sinis melihat Alcinous yang baru saja keluar dan berjalan
kearahnya.
“Maksudmu?”
Alcinous tidak mengerti dan terus berjalan kemudian Cyrus mengiringinya.
“Untuk apa kau
terus-terusan disana. Kau kan sudah bukan tandingan mereka lagi. Kau terlalu
cerdas untuk menjadi penghuni kelas” Cyrus mencoba mempengaruhi Alcinous yang
hanya terdiam sambil terus melangkahkan kakinya.
“Mungkin kau
benar” Jawab Alcinous setelah terdiam cukup lama. “Aku hanya membuang waktuku
saja”
“Ya mungkin kau bisa datang ke rumahku dan
bekerja untuk ayahku. Dengan kecerdasanmu, kau pasti sangat dibutuhkan” Mereka
berhenti dan saling bertatapan. “Benarkah?” Terlihat sedikit kebahagiaan di
wajah Alcinous.
“Ya datanglah ke
rumahku di Roman Street. Nomor 2.”
Tiba-tiba wajah Alcinous berubah. “Roman
Street nomor 2? Maaf, setahuku rumah itu kosong.”
“Kau sudah
berapa lama tidak kesana, teman? Rumah itu sudah kuhuni bersama ayahku. Kami
mengembangkan berbagai macam peralatan teknologi” Cyrus tertawa melihat
Alcinous yang tampak lugu baginya.
“Oh
ya? Mungkin aku tidak tahu.
Baiklah aku akan kesana nanti. Semoga ayahmu bisa dengan senang hati menerimaku”
Alcinous mengangguk, tapi hatinya masih merasa aneh karena seingatnya rumah
yang dimaksud Cyrus hanyalah sebuah rumah kosong. Tapi ia pun yakin dengan
temannya itu, karena sudah lama ia tidak lewat kesana, terlebih sejak mengenal
Cyrus.
“Pasti, kawan!”
Cyrus semakin membuat Alcinous yakin.
-------
“Kenapa kau tidak memberitahu ibu
bahwa program pendidikanmu kau akhiri begitu saja?” Fortuna tampak kesal
melihat Alcinous yang terus duduk menyantap makan malam seolah tak mendengar
perkataan ibunya. “Alcinous! Jawab pertanyaan ibu!” Suaranya mulai ia tinggikan
“Bu sudahlah. Ibu kan sekarang sudah
tahu. Lagipula aku sekarang bisa bekerja pada ayahnya Cyrus di pabrik mesinnya”
Alcinous balas membentak.
“Pekerjaan yang
mana? Kau sama sekali tidak pernah bekerja.”
“Tidak pernah
bekerja bagaimana? Aku setiap hari bolak balik pabriknya” Alcinous semakin
kesal dan jengkel, amarahnya terus membuncah.
“Alcinous, kau
hanya bermain-main dengan duniamu. Temanmu bilang kepada ibu bahwa kau tidak
pernah masuk dan terus-terusan sibuk dengan kesendirianmu”
“Mereka hanya
nonsens! Setiap hari mereka menjauhiku dan sekarang mereka ingin bercerita
kebohongan tentangku?”
“Mereka tidak
pernah menjauhimu, kaulah yang menjauhi mereka” Suara Fortuna kali ini lebih
pelan dan tertahan.
Alcinous beranjak dari kursinya dan
menuju ke kamar dan kembali menyendiri. Air mata Fortuna mulai muncul di sudut
kedua matanya. Ia sedih melihat semua ini, karena merasa bahwa ia tidak pernah
memiliki hubungan yang baik dengan putranya, terlebih setelah ia bercerai
dengan suaminya.
--------------------------------
Bersambung ke DELUSI ..........................