contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Kamis, 11 September 2014
Sambungan dari TEMAN UNTUK SANG JIWA  ........................ 

           Alcinous duduk termangu di kelasnya. Ia tidak berusaha untuk fokus memperhatikan materi dari pengajar karena apa yang sedang diajarkan itu, telah ia mengerti sebelumnya. Ia duduk sendiri di sudut kanan belakang kelas dengan sebuah kursi dan meja kayu yang catnya telah terkelupas. Pikirannya melayang-layang dan kebosanan melanda. Ia mengedarkan pandangannya melihat-lihat dinding kelas yang warna kremnya sudah pudar dan dikotori berbagai noda. Ia perhatikan satu persatu hiasan kelas seperti bunga, foto dan beberapa kerajinan tangan, tetap sama membosankannya dan tidak menarik minat.

            Ketika ia mengarahkan pandangannya ke jendela, ia melihat Cyrus menatapnya dari kejauhan di taman. Sontak ia pun mulai tersenyum, dan memikirkan berbagai rencana agar ia dapat keluar dari kelas itu.
“Permisi? Saya ingin keluar kelas sebentar. Saya harus pergi ke toilet” Alcinous melangkah ke depan dan berbicara pada pengajarnya. Ia sadar bahwa apa yang ia katakan adalah kebohongan, sehingga ia pun tak sanggup menatap mata orang yang ia ajak bicara itu.
“Silahkan”
            Tanpa ia duga sebelumnya, izin dapat diberikan dengan mudah. Dengan langkah sumringah Alcinous berjalan menelusuri lorong ke arah pintu menuju beranda dan segera keluar gedung menuju taman, tempat Cyrus berada.
            “Kenapa kau tidak berhenti saja?” Cyrus terlihat sinis melihat Alcinous yang baru saja keluar dan berjalan kearahnya.
“Maksudmu?” Alcinous tidak mengerti dan terus berjalan kemudian Cyrus mengiringinya.
“Untuk apa kau terus-terusan disana. Kau kan sudah bukan tandingan mereka lagi. Kau terlalu cerdas untuk menjadi penghuni kelas” Cyrus mencoba mempengaruhi Alcinous yang hanya terdiam sambil terus melangkahkan kakinya.
“Mungkin kau benar” Jawab Alcinous setelah terdiam cukup lama. “Aku hanya membuang waktuku saja”
 “Ya mungkin kau bisa datang ke rumahku dan bekerja untuk ayahku. Dengan kecerdasanmu, kau pasti sangat dibutuhkan” Mereka berhenti dan saling bertatapan. “Benarkah?” Terlihat sedikit kebahagiaan di wajah Alcinous.
“Ya datanglah ke rumahku di Roman Street. Nomor 2.”
            Tiba-tiba wajah Alcinous berubah. “Roman Street nomor 2? Maaf, setahuku rumah itu kosong.”
“Kau sudah berapa lama tidak kesana, teman? Rumah itu sudah kuhuni bersama ayahku. Kami mengembangkan berbagai macam peralatan teknologi” Cyrus tertawa melihat Alcinous yang tampak lugu baginya.
            “Oh ya? Mungkin aku tidak tahu. Baiklah aku akan kesana nanti. Semoga ayahmu bisa dengan senang hati menerimaku” Alcinous mengangguk, tapi hatinya masih merasa aneh karena seingatnya rumah yang dimaksud Cyrus hanyalah sebuah rumah kosong. Tapi ia pun yakin dengan temannya itu, karena sudah lama ia tidak lewat kesana, terlebih sejak mengenal Cyrus.
“Pasti, kawan!” Cyrus semakin membuat Alcinous yakin.
-------
            “Kenapa kau tidak memberitahu ibu bahwa program pendidikanmu kau akhiri begitu saja?” Fortuna tampak kesal melihat Alcinous yang terus duduk menyantap makan malam seolah tak mendengar perkataan ibunya. “Alcinous! Jawab pertanyaan ibu!” Suaranya mulai ia tinggikan
            “Bu sudahlah. Ibu kan sekarang sudah tahu. Lagipula aku sekarang bisa bekerja pada ayahnya Cyrus di pabrik mesinnya” Alcinous balas membentak.
“Pekerjaan yang mana? Kau sama sekali tidak pernah bekerja.”
“Tidak pernah bekerja bagaimana? Aku setiap hari bolak balik pabriknya” Alcinous semakin kesal dan jengkel, amarahnya terus membuncah.
“Alcinous, kau hanya bermain-main dengan duniamu. Temanmu bilang kepada ibu bahwa kau tidak pernah masuk dan terus-terusan sibuk dengan kesendirianmu”
“Mereka hanya nonsens! Setiap hari mereka menjauhiku dan sekarang mereka ingin bercerita kebohongan tentangku?”
“Mereka tidak pernah menjauhimu, kaulah yang menjauhi mereka” Suara Fortuna kali ini lebih pelan dan tertahan.

            Alcinous beranjak dari kursinya dan menuju ke kamar dan kembali menyendiri. Air mata Fortuna mulai muncul di sudut kedua matanya. Ia sedih melihat semua ini, karena merasa bahwa ia tidak pernah memiliki hubungan yang baik dengan putranya, terlebih setelah ia bercerai dengan suaminya.
--------------------------------
Bersambung ke DELUSI ..........................




| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI