![]() |
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Indigo |
Berbahasa Indonesia? Tentu. Sudah wajar dan seharusnya bangsa Indonesia
bangga memiliki dan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa utama, apalagi kalau
mengingat fakta bahwa tidak semua negara memiliki bahasa mereka sendiri. Kita
mendengar negara Amerika Serikat, tapi tidak pernah ada bahasa Amerika. Banyak
negara-negara hebat lainnya yang tidak
memiliki bahasa sendiri atau bahasa yang bernama sama dengan nama negara mereka.
Mestinya kita bangga dan bersyukur, kan?
Dari berbagai sumber yang beredar saat ini, dikatakan bahwa bahasa
Indonesia mulai banyak dipelajari di berbagai negara dunia. Banyak orang-orang
yang tertarik memelajari bahasa Indonesia karena berbagai macam alasan, salah
satunya adalah keunikan. Memang harus diakui, bahasa Indonesia sebenarnya
memiliki banyak keunikan seperti EYD dan tidak mengenal pemisahan kata ganti
orang ketiga laki-laki dan perempuan, hal ini menjadikan bahasa Indonesia
berbeda dari yang lain.
Tulisan sederhana ini tidak akan mengulas keunikan bahasa Indonesia lebih
lanjut, melainkan sekedar mengingatkan, mudah-mudahan ada manfaatnya. Ide awal
dari tulisan ini sebenarnya adalah seperti yang tercantum dalam kalimat pertama
pada paragraf kedua, yakni percakapan, diskusi dan berbagai tulisan atau berita
yang membahas tentang banyaknya masyarakat dunia yang belajar bahasa Indonesia.
Kita patut bersyukur sekaligus bangga, namun di sisi lain kita mestinya mulai
merasa “khawatir” akan hal itu. Kenapa?
Coba kita analogikan bahasa sebagai sebuah senjata dalam peperangan.
Anggaplah kita saat ini sedang berperang dan bahasa Indonesia adalah senjata
utama kita dalam menyerang musuh. Bayangkan apabila senjata andalan kita itu
mampu dikuasai oleh musuh (bukan arti sebenarnya) sedang kita tidak tahu
apa-apa tentang cara memakai senjata andalan musuh?
Ambil sederhana bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang wajib dipelajari
di sistem pendidikan Indonesia. Menurut data penelitian dari English First –
English Proficiency Index tahun 2015, Indonesia berada pada urutan ke-28 dari
63 negara di dunia dalam hal indeks kemampuan berbahasa Inggris. Hasil
penelitian ini boleh disyukuri, tapi juga harus memerhatikan negara tetangga semisal
Malaysia dan Singapura yang menduduki peringkat 12 dan 13. Kedua negara
tetangga tersebut bisa kita jadikan parameter mengingat berlakunya MEA sejak
awal tahun 2015.
Banyak sekali manfaat menguasai, atau bisa berbahasa asing (walau
pas-pasan), apalagi di tengah era perdagangan bebas saat ini. Kemampuan
tersebut dapat memberi nilai lebih bagi kita, khususnya bangsa Indonesia, untuk
tidak lagi tertinggal dari bangsa lain. Kita tidak akan melulu kalah dalam
persaingan lapangan kerja ataupun berbagai macam kegiatan ekonomi lainnya. Tidak
hanya manfaat pragmatis, memiliki kemampuan berbahasa asing juga akan
memberikan manfaat lain, seperti peningkatan kecerdasan, peningkatan
konsentrasi, penambahan wawasan, memudahkan ketika traveling, memudahkan dalam mencapai prestasi akademik, dan yang
pasti akan menghindarkan kita dari penyakit picik atau berwawasan rendah.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk melarang penutur bahasa Indonesia untuk
berhenti bangga dengan banyaknya orang asing yang belajar bahasa Indonesia,
tapi maksud dari tulisan ini adalah mengajak kita semua untuk, paling tidak,
belajar tentang bahasa-bahasa asing, baik itu bahasa Inggris yang menjadi
bahasa internasional, Jerman, Perancis, Italia, Arab, Jepang, Mandarin dsb. Belajar
bahasa bukan berarti kita harus mengikuti berbagai macam kursus yang mungkin
saja mahal bagi sebagian orang, kita bisa belajar bahasa asing secara otodidak
dengan memanfaatkan teknologi yang saat ini sudah sangat canggih.
Belajar bahasa asing tidak akan melunturkan kebanggaan kita akan bahasa
Indonesia, malah itu akan semakin menunjukkan eksistensi bangsa Indonesia di
hadapan dunia. Ir. Seokarno, Drs. Moehammad Hatta dan para tokoh bangsa lainnya
juga memiliki kemampuan berbahasa asing, dan dengan bantuan kemampuan mereka
itu pula kemerdekaan Indonesia dapat terwujud. Mari kita dalami makna dari perkataan
salah seorang filsuf yang bernama Ludwig Wittgenstein, batas bahasaku adalah batas duniaku.