“Kamu itu autis.”
“Ciee autis ya?”
“Kita autis.”

Autisme
adalah sebuah gangguan pada tahap perkembangan manusia yang akan berakibat
kepada terganggunya, atau bahkan ketidakmampuan untuk menjalin komunikasi,
hubungan sosial dan interaksi sosial secara normal. Memang, anak-anak autis
terlihat sibuk dengan dunianya sendiri, ia seperti tidak menyadari dunia di
sekitarnya, namun, pengertian autisme yang sesungguhnya tidaklah sesederhana
itu. Penegakan diagnosa terhadap anak autis sangat kompleks dan tidak dapat
dipastikan hanya dengan melihat melalui mata. Dan kata autisme seyogyanya digunakan oleh para ahli bukanlah sebagai ejekan
atau cemoohan kepada mereka yang mengidap autis, melainkan sebuah label yang
diberikan untuk membantu anak-anak tersebut melepaskan hambatan-hambatan yang ada.

Tulisan
ini tidak akan menerangkan apa itu autisme lebih lanjut. Tulisan ini hanya
ingin mengajak siapa saja, terutama yang pernah menggunakan kata “autis”
sebagai bahan ejekan, untuk tidak lagi menjadikan kata itu sebagai bahan
lelucon. Barangkali kata-kata itu terlihat lucu, tapi bagaimana dengan mereka
yang memiliki seorang autis (dalam arti sebenarnya) dalam anggota keluarga?
Anak-anak
autis tidak berarti lebih bodoh dari manusia normal. Secara fisik mereka
normal, hanya saja mereka ditakdirkan oleh Yang Maha Menciptakan untuk terlahir
sebagai anak yang berkebutuhan khusus. Kalau kita kembali kepada pembahasan
tentang penciptaan, bukankah Tuhan menciptakan sesuatu sesuai dengan
kehendak-Nya? Siapa sih yang mau
terlahir menjadi autis? Orangtua mana di dunia ini yang mau memiliki anak
autis?
Perlu
kita ketahui bersama, mengasuh anak autis bukanlah perkara mudah. Salah dalam
memberi perlakuan, nyawa anak itu bisa saja melayang. Dia mungkin bisa
menghantamkan kepalanya ke dinding hanya karena kita salah memberikan sesuatu
kepadanya, atau dia bisa melukai dirinya sendiri saat kita bersikap yang salah
di hadapannya.
Betapa
banyak pengorbanan waktu, biaya, tenaga bahkan air mata setiap orangtua yang
memiliki anak autis. Tak terhitung lagi apa-apa saja yang telah mereka curahkan
demi memperbaiki atau paling tidak membantu hambatan-hambatan yang ada pada
diri anak mereka. Sampai saat ini, sudah sangat banyak komunitas-komunitas
autisme yang terus melakukan berbagai macam kegiatan, yang tentunya menguras
tenaga, waktu, pikiran serta tenaga, hanya untuk mengusahakan para penyandang
autis dapat diterima secara wajar di masyarakat. Sedangkan kita, malah
menggunakan kata-kata itu sebagai bahan olok-olokkan.
Biarkan
saja Tuhan menciptakan setiap makhluk sesuai dengan kehendak-Nya. Kalau anda
melihat salah satu ciptaan Tuhan itu sebagai makhluk yang tidak sehebat anda,
paling tidak cobalah untuk bersyukur. Dan jika sebaliknya, maka sadarilah bahwa
anda bukanlah makhluk terbaik. Semua makhluk, terutama manusia dalam hal ini individu,
adalah unik. Memiliki kelebihan dan kekurangan yang saling bersinergi, dan
tentu akan membutuhkan individu lainnya.
YOU MUST TO KNOW HOW TO GROW WITH AUTISM!