contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Senin, 09 November 2015

Sambungan dari  Anggun Nan Tongga

Cinta bukan barang paksaan, ia tak dapat dipetik layaknya bunga dan tak dapat dibeli bagai barang. Apapun perkataan orang, cinta tetaplah utamanya muncul dari hati nan biasa mencinta. Nan Tongga sudah tidak memikirkan lagi tentang kegagalannya mendapatkan Intan Koro. Ia kini sibuk menyiapkan dirinya untuk berjuang menyelamatkan pamannya. Inilah kesempatan bagi Nan Tongga untuk berbakti kepada keluarga dan membuktikan kepada khalayak bahwa ia tetap menjadi lelaki yang bertanggung jawab dan mencintai keluarga.
Gondan Gondoriah, gadis jelita yang disebut-sebut sudah dijodohkan sejak kecil dengan Anggun Nan Tongga kini mulai khawatir akan keselamatan pria idamannya itu, meski salah seorang dari ketiga paman Nan Tongga adalah ayah Gondoriah.Semua penduduk tahu betapa ganas para bajak laut di Pulau Binuang Sati, nyawa sudah menjadi makanan sehari-hari bagi para bajak laut itu.
Bunga-bunga cinta tengah indah bersemi, memberikan harum semerbak diantara mereka. Nan Tongga dan Gondoriah beberapa kali saling tatap dalam berbagai kesempatan yang singkat. Nan Tongga sering mendapati Gondoriah mencuci pakaian saat mencari kayu bakar, dan Gondoriah pun kadang-kadang melihat Nan Tongga menunggangi kuda dengan gagah atau ketika Nan Tongga pergi ke surau untuk sembahyang. Senyuman sekilas sering mereka tukarkan ketika harus saling berpapasan, penuh malu dan segan, namun mendalam di sanubari.Lidah mereka sedikit berbicara, namun hati terus saling berbisik menanti.
Hari untuk Nan Tongga berangkat menyelamatkan pamannya telah tiba. Ia  berpamitan kepada Suto Siri, dan tentunya Gondoriah.
“Berhati-hatilah nak, jaga dirimu baik-baik. Ingeklah patuah urang tuo,” ucap Suto Siri dengan penuh pengharapan.
“Tentu Mandeh. Mandeh juga, jaga diri baik-baik. Doakan ambo pulang dengan selamat bersama ketiga mamak,” jawab Nan Tongga.
Nan Tongga kemudian menatap Gondoriah yang berusaha menampakkan ketegaran sambil melingkupkan selendang cokelat yang menutupi kepalanya. Rambutnya yang diikat terulur di bahu kanannya. Nan Tongga dan Gondoriah berusaha menundukkan pandangan, namun rasa saling ketertarikan diantara mereka tetap tidak tersembunyi.
“Aku pamit dulu,” ucap Nan Tongga singkat kepada Gondoriah.
“Iya, berhati-hatilah,” jawab Gondoriah singkat, air matanya mulai menetes.
Nan Tongga akan pergi bersama Malin Cik Ameh yang menjadi karib setianya. Nan Tonggaberangkat dengan menumpang kapal dandang milik Malin Cik Ameh sendiri.
Sebelum Nan Tongga berangkat menemui Malin Cik Ameh, Gondan Gondoriah mendekatinya. “Nan Tongga, berhati-hatilah. Kalau Engkau pulang ingatlah aku selalu. Bawakan pula burung nuri yang pandai berbicara, beruk yang bermain kecapi serta bawakan aku kain cindai panjang dua belas,” pinta Gondoriah dengan senyuman manja walau air mata telah membasahi wajahnya.
Nan Tongga memandang Gondoriah. Tidak kaget atausedikitpun keberatan akan pinta Gondoriah, ia mengangguk setuju dan berjanji akan membawakan semua itu pada Gondoriah. Kemudian ia melanjutkan perjalanan, meninggalkan kampung halaman tercinta.


Di Pulau Binuang Sati……..
            Kelebat pedang Anggun Nan Tongga mengantarkan setiap perompak yang menghadapinya menemui ajal. Tubuh mereka berdebam tak berdaya menghantam bumi, darah memerahkan tanah dan pekikan kesakitan membahana mengerikan. Nan Tongga terlalu tangguh bagi para perompak. Palimo Bajai, panglima para perompak yang sangat ditakuti kini telah terkapar bersimbah darah dengan sebuah pedang menancap di dada kirinya.
            Anggun Nan Tongga tidak langsung menikmati kemenangannya, ia bergegas membantu Malin Cik Ameh membebaskan para tawanan dan berdoa agar ia bisa mendapati pamannya. Ia menyusuri gubuk-gubuk kayu tua di kiri kanannya yang sudah ditinggalkan penghuninya, melihat kain-kain berserakan dan beberapa pedang terjatuh di tanah. Nan Tongga membebaskan para tawanan yang dibelenggu di gubuk-gubuk tua dan kandang binatang.
-------
            “Hamba datang dari Pariaman, maksud hamba kemari tidak lain dan tidak bukan adalah hendak mencari paman hamba yang telah lama hilang.” Anggun Nan Tongga berbicara di hadapan para tawanan yang baru saja ia bebaskan.
            Anggun Nan Tongga mengedarkan pandangannya kepada seluruh tawanan. Ia harus mencari tahu perihal keberadaan pamannya. Ia sendiri tidak tahu wajah pamannya, karena mereka disebut-sebut telah pergi meninggalkan Pariaman sebelum Nan Tongga lahir ke dunia. Semua tawanan itu saling berpandangan, mereka masih heran dengan kehadiran seorang pemuda tangguh yang datang menjadi malaikat penyelamat mereka, belum lagi kenyataan bahwa sudah lama tidak ada yang datang ke pulau perompak ini.
            Seorang pria yang kondisinya sangat mengenaskan, dengan hanya mamakai celana pendek yang sudah lusuh mengangkat tangan. Usianya sudah cukup berumur, sekitaran 40 tahunan atau mungkin 50 tahunan. Tubuh kurusnya ditaburi banyak luka yang sudah mengering dan rambut bergelombangnya kotor tidak terawat. “Benarkah demikian tuan? Ambo juga datang dari negeri yang sama dengan tuan.”
            Nan Tongga menatap pria itu. ‘Mungkin saja ia pamanku, atau tahu di mana keberadaan pamanku,’ gumamnya dalam hati.
            Nan Tongga mendekati pria itu, dan orang-orang melihat mereka saling bertatapan. “Apakah engkau tahu di mana ketiga orang pamanku?”
            Ekspresi pria tua itu tiba-tiba berubah dengan cepat, ia mulai terlihat emosional namun coba ia redam. “Kalaulah engkau berkenan, siapa dan bagaimana pamanmu itu?”
            “Pamanku telah pergi meninggalkan Pariaman sebelum aku lahir, begitu cerita dari sanak saudara. Tidak tahu wajah, tidak tahu romannya. Hanya nama yang kupunya,” jawab Nan Tongga sambil ia teruskan dengan menyebutkan nama ketiga orang pamannya.
            Air mata mulai membasahi mata pria tua itu. Dengan suara yang patah karena haru, ia berucap, “mengenai pamanmu, yang kau katakan bernama Katik Intan dan Mangkudun Sati, tidaklah aku ketahui bagaimana nasib dan rimbanya. Tapi yang satu lagi, telah engkau dapati di hadapanmu kini.”
            Seketika Nan Tongga terasa dihajar sesuatu. Ia tak sanggup lagi untuk tidak menangis. Langsung ia hampiri pamannya dan kini hatinya begitu yakin untuk memeluk seseorang yang belum pernah ia jumpai, namun memiliki ikatan darah yang kental.
-------
            “Kedua pamanmu yang melarikan diri, kemungkinan ke arah Koto Tanau,” jelas Nangkodoh Rajo kepada Nan Tongga saat mereka tengah beristirahat bersama sambil meminum air kelapa.
            “Baiklah kalau begitu, ambo akan ke Koto Tanau,”ucap Nan Tongga.
            “Semoga kau berhasil, Nan Tongga,” harap Nangkodo Rajo.
            Di sela-sela perbincangan, Nangkodoh Rajo yang sejatinya adalah ayah kandung Gondan Gondoriah sempat menanyakan kabar putri yang ia tinggalkan saat masih bayi itu. Nan Tongga menjelaskan secara jujur yang diikuti rasa syukur Nangkodoh Rajo. Melihat Nan Tongga, ada harapan tersimpan dalam hati pamannya.
            Anggun Nan Tongga kemudian menemui Malin Cik Ameh dan menuturkan rencananya. Ia menyuruh Malin Cik Ameh pulang ke Pariaman dan mengabari kepada Suto Suri tentang apa yang telah terjadi. Tentunya Nan Tongga tak lupa meminta agar Malin Cik Ameh menyampaikan hal serupa kepada Gondoriah. Malin Cik Ameh menyanggupinya. Ia menyampaikan salam hormat kepada Nan Tongga kemudian kembali pulang dengan kapal rampasan karena kapal miliknya akan dipakai Nan Tongga menuju Koto Tanau.

Bersambung . . . . . .


| Free Bussines? |

0

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
"Berkaryalah dengan kesepuluh jari di tanganmu" -Syna-

Label

Artikel (46) Cerpen (49) Inspirasi (35) Sajak (29)

Followers

About Me

Foto Saya
Soni Indrayana
Lihat profil lengkapku

Total Pageviews

Entri Populer

Selamat Datang Di SONI BLOG

Selamat datang di Blog saya, semoga saja kalian bisa mendapatkan apa yang kalian butuhkan diblog saya ini. Terima kasih Telah Berkunjung Di Blog saya,apabila berkenan silahkan berkomentar dan follow blog saya,mari kita saling berbagi ilmu tentang apa saja...

Sekilas tentang penulis

Nama saya Soni Indrayana, Saya Hanya seorang pelajar yang akan terus Belajar.

Social Stuff

  • RSS
  • Twitter
  • Facebook
  • HOME
SONI