Pada suatu
hari, di hutan yang penuh dengan pepohonan rindang bersinarkan matahari terang,
seekor anak harimau sedang duduk manis mendengarkan burung yang berkicau
puitis. Matanya hilir mudik menatap sekeliling dengan matanya yang bening.
Sekali-kali cakarnya mengais-ngais tanah tempat dirinya berpijak, entah apa
maksudnya pastilah mengganggu sekali bagi makhluk yang bermanah di tanah.
Harimau Cilik
itu ingin sekali berburu seperti saudara-saudaranya yang dewasa, memainkan kuku
dan otot kaki yang kuat demi rasa kenyang yang berhari-hari. Namun apakah yang
dapat dimangsanya dengan tubuh yang masih lemah dan tidak sekuat yang lain? Ya
memang, SI Harimau Cilik mengalami cacat lahir sehingga kaki belakangnya tak
berjalan sempurna. Iri hatinya melihat banyak harimau yang telah bisa
mendapatkan mangsanya sendiri. Tak senang hatinya jika harus menghadapi
kenyataan bahwa makanan yang ia makan adalah hasil buruan induknya. Hari ini,
ditengah kerindangan dahan, ia berangan-angan tanpa menunggu masa depan yang
entah kapan.
Indra
penciumannya membaui sebuah harum yang memikat nafsu, naluri membunuh dalam
tubuh yang kecilpun sudah amat tinggi. Dengan kemampuan melacak yang hebat,
harimau itu menemui pemilik bau harum yang sedari tadi menggoda lidahnya. Aha!
Seekor anak rusa dengan kaki yang berdarah, berjalan sendiri tanpa arah. Si
Harimau Cilik tersenyum selebar wajah, “ini saatnya kubuktikan bahwa aku sudah bisa
berburu” gumamnya dalam hati.
Dengan auman
yang masih urakan ia melompat dari kerumunan ilalang dan mengejar targetnya
dengan kecepatan tinggi yang mungkin dengan kondisinya. Si Rusa yang kakinya
terluka tak sanggup lagi berlari, pasrah pada rantai makanan yang normal. Dalam waktu yang hanya beberapa detik kaki
depan Si Harimau Cilik telah menghimpit tubuh Si Rusa yang sudah tak berdaya.....
“Menangkap mangsa yang terluka? Siapapun bisa”
“Harimau macam apa kalau cuma bisa menangkap mangsa yang
sakit”
“Harimau cemen”
Pastilah itu
yang ia dengar kalau orang-orang tahu bahwa mangsa yang ia tangkap adalah
seekor rusa yang terluka. Ah, mau bagaimana lagi. “Keadaan tak memungkinkan.”
Iba hati Si Harimau Cilik mendapati kenyataan bahwa dirinya tak akan bisa
seperti yang lain. Ia putuskan untuk membiarkan Si Rusa yang tengah pingsan itu
hidup. Dan rasa kasihannya muncul.
-------
“Loh? Dimana
aku?” Si Rusa heran melihat dirinya berada di bawah sebuah pohon yang amat
rindang dengan kekayaan oksigen layaknya padi di ladang. Ia terikat pada batang
pohon dengan “nyaman”. Kaki kanan depannya yang tadi terluka terbungkus rapi
dengan selembar daun. “Siapakah gerangan yang menolongku? Mungkinkah ada yang
bisa mengalahkan seekor harimau?” Si Rusa masih terheran-heran sampai
jantungnya seperti copot saat seekor harimau berjalan mendekatinya. Si Harimau
Cilik itu terus mendekat, semakin dekat dan semakin dekat menghembuskan bau
khas seekor harimau di hadapan Si Rusa. Tapi lucunya rasa takut Si Rusa
seketika hilang saat lama-lama memperhatikan Si Harimau, bahkan yang ada adalah
prihatin melihat keadaan Si Harimau yang fisiknya tak sempurna.
Dalam diam
mereka seakan berkomunikasi dengan saling memandang. Seolah ada telepati yang
menghubungkan mereka.
Setelah beberapa lama ikatan yang menahan tubuh Si Rusa
tak juga dilepas, muncul juga kekhawatiran yang semestinya hadir sejak awal “Apakah
ia akan memangsaku? Oh tidak. Tapi kalau memang benar untuk apa ia mengobatiku?”
Perasaan Si Rusa bercabang. Prasangka buruk coba sering menggelayuti meski
keadaan tak mendukung prasangka itu karena Si Harimau Cilik terlihat ramah,
setiap beberapa jam mulutnya menggigit sejumput ranting yang ia suapkan dengan
mulutnya pada Si Rusa. Aduhai mesranya!
Pagi hari
daun pembungkus luka di kaki Si Rusa diganti oleh SI Harimau Cilik dengan penuh
gerakan kasih. Si Harimau Cilik dan Si Rusa bagai dua pasangan yang sungguh
mesra, saling mengisi satu sama lain. Kasih sayang Si Harimau membuat hati SI
Rusa seperti tersentuh salju di tengah gurun. Sejuk nian. Pun dengan Si
Harimau, kehadiran Si Rusa membuat ia jarang menghabiskan waktu dengan
duduk-duduk dibawah pohon. Ia lebih banyak berjalan menarik beberapa potong
ranting untuk ia berikan pada Si Rusa. Andai saja mereka bisa saling bicara
Berhari-hari
berlalu, berjalan seperti itu. Kaki Si Rusa sudah sembuh total, ia yakin
bahwasanya ia sudah dapat berjalan normal. Namun dengan tubuh terikat mana bisa
ia berjalan? “Hmm sampai kapankah aku diikat seperti ini?”. Bosan sudah mulai
memenuhi hati Si Rusa, ingin segera kabur lalu menjalani hidup seperti rusa-rusa
lain.
Harapannya
langsung terjawab saat ia sadar bahwa ikatan yang mengikatnya telah melonggar.
Dengan beberapa kali gerakan berulang tali pengikat pun lepas dari badannya. “Bebas!”
Sekejap saja kebahagiaan itu. Dihadapannya seekor macan
bergigi seperti pisau telah mencegat langkahnya. “Oh tidak. Sekarang apalagi
ini?” Si Rusa panik, tapi coba ia tenangkan karena ia sadar bahwa fisiknya
telah sembuh dan ia bisa berlari kencang.
Tanpa disadari,
sesuatu yang cepat dan kuat menghimpit tubuh Si Rusa. Dialah Si Harimau Cilik
yang beberapa hari ini seperti seorang pahlawan. Taringnya menyentuh permukaan
kulit Si Rusa, seakan-akan ingin memakan. “Apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba ia
menerkamku?” Hati Si Rusa kembali berprasangka buruk yang juga tak berlangsung
lama setelah ia melihat tindak tanduk Si Macan yang mengincar sebelumnya. Macan
itu mulai mundur selangkah demi selangkah, lalu mebiarkan Si Rusa berduaan dengan
Si Harimau yang langsung melepaskan tubuh Si Rusa yang sedari tadi ia cengkram.
Beberapa saat
setelah kejadian itu Si Rusa semakin merasakan hatinya seperti dihujani
bulir-bulir jeruk. Manis bercampur asam, asam bercampur manis. Manis karena sikap
Si Harimau yang memesona dan asam karena siapa dirinya siapa pula yang memesona
itu. Lalu Si Harimau Cilik? Ia bersyukur karena apabila bukan karena
keterbatasan fisiknya tak mungkin ia merasakan sesuatu yang asam manis ini ^__^
*Hanya
sebuah cerita khayalan yang mungkin memaknai bahwasanya pertemuan antara dua
makhluk bisa jadi adalah takdir Ilahi, dan hubungan yang mereka jalani adalah
pilihan dari hati. Tapi rasa cinta yang tumbuh bukanlah takdir yang mutlak
apalagi pilihan. Ia hadir tanpa dapat dikuasai keindahannya oleh siapapun dan pantas disyukuri.
@soniindrayana
Mengharukan, tp ada yg typo 'ialalang' par 4 bg hehe
sudah diedit :D makasih koreksinya ipi
Oke deh :D masama bang