“Aku akan menggugurkan kandungan ini.” Wanita itu terus
bersandar pada sebatang pohon nan
rindang, matanya menatap jauh pada langit biru yang cerah, tetesan air mata
tak berhenti mengalir dari sudut-sudut matanya yang sendu, kedua telapak
tangannya terus-terusan saling meremas, rasa perih karena goresan kuku seolah
tak terasa dihadapan rasa malu yang luar biasa. Ia tak tahu lagi kemana akan
melangkah, tenggelam dalam rasa malu yang membahana. Kehormatannya telah
lenyap, orangtuanya sudah berat untuk menerimanaya. Sang perenggut
kehormatannya entah dimana berada, pertanggungjawaban itu entah dimana
mengawang
Detik waktu terus
berdetak, si
wanita tak juga beranjak dari duduknya, hatinya semakin risau merasakan
perutnya yang semakin membesar. Tak mungkin bisa tersenyum. Sebuah tindakan
yang namanya terdiri dari enam huruf menjadi harapan baginya untuk mencoba
menggerus rasa malu. ABORSI,
tindakan keji yang merenggut sebuah kehidupan suci dalam rahim itu menjadi
harapan satu-satunya, hatinya bulat, apapun isi perutnya, akan ia lakukan tindakan itu,
demi satu hal: kehormatan yang menghapus rasa malu. Meski kehormatan itu tidak
akan pernah ia dapatkan lagi pada kedara-annya yang telah raib
--------------
Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap
perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan
segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya
(QS Ar Ra’du ayat 8)

Rahim adalah
sesuatu yang agung. Yang pada kebenarannya merupakan awal dari sebuah kehidupan
suatu makhluk dan simbol kehormatan dan kemuliaan seorang wanita. Rahim suci
seorang wanita adalah tempat semua insan bermula, rahim juga menjadi simbol
yang menidakpantaskan siapa saja untuk sombong kepada wanita yang telah
meminjamkan rahimnya. Siapapun dia, pengemis, pemulung, petani, karyawan,
pedagang, direktur, presiden hingga seorang raja sekalipun bukanlah siapa-siapa
dihadapan seorang ibu, melainkan hanyalah seorang manusia yang pernah menumpang
tinggal selama 9 bulan lebih dalam rahim ibunya.
Namun kini, dalam realita zaman yang dikata edan, gadis-gadis yang sudah produktif untuk
mereproduksi banyak yang tidak menghargai rahimnya
sendiri, atau rahim manusia lain jika dia lelaki. Disaat kontrol mereka lepas,
dengan lemahnya mereka berikan kesucian rahim kepada hasil hasutan setan yang
kemudian berujung kehamilan. Hubungan haram itu mulanya hanyalah mereka sebut sebagai
tindakan main-main, pendorong semangat, kenikmatan masa muda dan sebagainya
yang intinya adalah kata “cuma”. Tindakan haram yang kadang mereka campurkan
dengan nama Tuhan itu dianggap sebagai hal sepele, sehingga timbulah hal yang
tidak sepele.
Malu adalah akibat
terakhir yang didapatkan oleh para pemilik rahim. Kehormatan mereka raib,
kesucian mereka musnah, Penyesalan adalah yang muncul belakangan. Saat malu tak
bisa ditahan, pilihan mereka jatuh kepada aborsi: membunuh sebuah kehidupan
yang sedang tumbuh dalam rahim mereka!
Banyak cara aborsi
yang mereka lakukan, mulai dari menyedot isi rahim sehingga janin yang begitu
lembut hancur berantakan (apabila masih berusia beberapa minggu), memotong
tubuh si cabang bayi yang kala itu sudah terbentuk profil tubuhnya, sampai
dengan menyuntikkan cairan yang akan mematikan si bayi. Adapula wanita keji
yang tega membuang atau bahkan membunuh si bayi setelah ia lahirkan. Semua itu
mereka lakukan seakan mereka lupa, kalau didalam rahim mereka telah ada kehidupan.
Yang ironis, hampir semua perbuatan keji itu semuanya dimulai dari kata “cuma”!
Jikalau praktek
aborsi diseluruh dunia dihitung, maka jumlahnya akan lebih banyak dari korban
sebuah perang! Tapi itu tadi, malu memiliki anak haram menjadi alasan.
Ketahuilah bahwa sesungguhnya tak ada anak yang haram.
Semua manusia lahir dalam keadaan suci putih bersih, tiada satupun noda.
Orangtua merekalah yang melakukan sebuah tindakan haram, lalu mereka timpakan
status haram itu kepada bayi hasil hubungan mereka.
Disaat banyak
sepasang manusia yang diikat dalam tali pernikahan nan suci belum dapat
memiliki seorang keturunan, mereka yang melakukan praktek zina dengan mudahnya
melenyapkan bakal keturunan mereka.
Rahim itu suci, ia
akan selalu suci dengan cinta yang suci pula. Cinta yang direstui oleh Yang
Maha Cinta, cinta yang diikat dalam perjanjian suci. Itulah cinta yang
sebenarnya, fitrah manusia yang terkadang mereka katakan sebagai cinta pula
disaat mereka tak bisa lagi membedakannya dengan nafsu birahi.
@soniindrayana