Pada hari-hari itu, ketika berada di tengah mata badai, kubaringkan rasa takut di dalam peti mati yang dingin. Gorden-gorden turun menghambat cahaya, mengundang kegelapan datang bertamu. Hari-hari bagai memanjang dalam harmoni, hingga kekhawatiran kubenamkan dalam samudera gairah yang berdebur.
Aku tahu bahwa ada sesuatu yang kau bawa, kegelapan dalam pernak-pernik indah yang merona. Dan pada hari-hari itu juga, sungguh derap langkah dan denyut nadi telah bebas dari rasa takut, mengingat tak akan ada lagi badai yang sama. Kusambut hangat badai itu, dengan seluruh keberanian yang ada.
Suatu hari nanti, semuanya akan tertinggal di masa lalu. Tak akan kubiarkan sepi berteriak lebih keras.
Selamat malam hidup, begitu hangat dan nikmat. Kemilau yang
membuatku sudi menempuh badai, membawaku tetap bertahan di tengah mata badai.
Sedikit saja, pusarannya akan menghancurkan tanpa kuketahui. Bolehlah, aku
memang harus bertahan dan aku hampa memikirkan caranya.
Aku bernyanyi,
Another night, the curtain’s coming down
I hear the silence, just screaming loud.
I can see the sunrise rising from the smoke.
Will you be there for me, will I ever know?
Bye-bye. Selamat tinggal sayang.
Ada jalan yang harus kutempuh, ada pagi yang harus kupeluk.
Ada mimpi yang tersisa untukku, ada matahari yang akan bersinar lagi.
Dan kau akan lenyap dalam kebohongan kita selamanya.